Mengenai Saya

Foto saya
Bogor, Jawa Barat, Indonesia
just an ordinary girl with complicated mind.
Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Pengikut

Minggu, 20 Oktober 2013

LAPORAN PRAK GENETIKA DASAR ISOLASI DNA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Percobaan isolasi DNA tanaman dan hewan perlu dilakukan karena isolasi DNA sendiri merupakan teknik esensial dalam biologi molekuler. Isolasi DNA adalah tahap awal dalam mempelajari DNA sequence yang spesifik dengan populasi DNA yang lengkap, dan dalam analisa struktur gen dan ekspresi gen ( Surzycki, 1936 ).
Pada sel eukariotik termasuk tanaman dan hewan bagian terbesar dari DNA berada pada nukleus yaitu organel yang dipisahkan dari sitoplasma dengan membran. Nukleus terdiri dari 90 % keseluruhan DNA seluler. Sisa DNA adalah organel lain seperti mitokondria dan kloroplas. ( Surzycki, 1936 ). Karena DNA terdapat pada nukleus, maka perlu adanya metode pelisisan sel sampai pemanenan sel. Dimana metode tersebut merupakan bagian  dari metode isolasi DNA.
Pemisahan DNA dari materi seluler lainnya merupakan hal yang signifikan dan mengharuskan penyallinan DNA menjadi RNA dan translasi RNA menjadi protein berlangsung dalam kompartemen( ruang ) yang berbeda yaitu secara berturut-turut dalam nucleus dan sitoplasma. ( Elrod, 2007 ).
Terdapat organel-organel bermembran ganda pada dalam sitoplasma, termasuk mitokondria baik pada tumbuhan maupun hewan. Oleh karena itu perlu dilakukan isolasi DNA dari tanaman dan hewan untuk mengetahui DNA dari tanaman dan hewan tersebut. Dan Sel eukariotik memiliki DNA lebih banyak, lengkap dengan komponen-komponen lain. DNA tanaman dan hewan tersimpan dalam nucleus yang terbungkus membran ( Albert, 1994 )                                                                                                                                                                                                                                                                               
1.2 Tujuan
-          Untuk mengetahui cara/ metode yang benar untuk memisahkan (mengisolasi) DNA dari bauh-buahan.
-          Untuk mengetahui keefektifan deterjen dan buah yang dipakai untuk melakukan percobaan isolasi DNA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Isolasi DNA
Deoxyribonucleic acid (DNA) merupakan senyawa kimia yang paling penting dalam makhluk hidup. DNA merupakan senyawa yang mengandung informasi genetik makhluk hidup dari satu generasi ke generasi selanjutnya (Suryo 2004: 57).
Keseluruhan DNA dalam suatu sel akan membentuk genom. Genom meliputi bagian gen yang fungsional maupun non-fungsional dalam sel organisme. DNA genom meliputi gen dan intergen (Campbell dkk.2004:221).
DNA organisme prokariot dan eukariot mempunyai perbedaan bentuk. Organisme prokariot memiliki DNA berbentuk sirkular, sedangkan organisme eukariotik mempunyai DNA berbentuk linier. DNA eukariot terletak dalam inti sel, sedangkan DNA prokariot terletak dalam sitoplasma (Jusuf  2001:7).
Struktur DNA pertama kali dijelaskan oleh James Watson dan Francis Crick. Mereka memperoleh model DNA dari hasil foto difraksi sinar X yang dibuat oleh Rosalind Franklin dan Maurice Wilkins. Watson dan Crick menyimpulkan bahwa struktur DNA merupakan rantai ganda (double helix). Untai ganda tersusun dari dua rantai polinukelotida yang terpilin. Kedua rantai memiliki susunan antiparalel, yaitu satu rantai berorientasi dari ujung 5’ ke 3’sedangkan yang lain berorientasi ujung 3’ ke 5’. Ujung 5’ merupakan ujung yang berakhir dengan gugus 5-fosfat dan ujung 3’ berakhir dengan gugus OH. Kedua rantai dihubungkan dengan ikatan hidrogen yang memghubungkan kedua basa nitrogen (Sadava dkk.2004:218--220).
Komponen nukleotida DNA adalah gula, fosfat, dan basa nitrogen. Komponen gula pada DNA adalah gula deoksiribosa, yaitu gula ribose yang kehilangan satu atom oksigen. Basa yang ada pada DNA ada dua macam, yaitu purin dan pirimidin. Purin terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu adenin dan guanin. Pirimidin terdiri dari dua jenis, yaitu timin dansitosin (Sadava dkk.2004:219).
DNA mempunyai fungsi-fungsi yang sangat penting bagi tubuh kita. Hal tersebut dikarenakan DNA merupakan molekul kehidupan utama di dalam sel makhluk hidup.
Fungsi-fungsi tersebut adalah:
  1. Tempat menyimpan dan menyalurkan informasi genetik suatu makhluk hidup (Sadava dkk. 2004:220).
  2. Fungsi heterokatalis, yaitu fungsi untuk melaksanakan pengaturan pembuatan molekul-molekul lain yang penting dalam tubuh dan fungsi autokatalis, yaitu fungsi DNA untuk mereplikasi dirinya sendiri (Suryo 1999:59).

           DNA eukariot tidak hanya dijumpai pada nukleus, tetapi dapat ditemukan pada mitokondria dan kloroplas. DNA yang diisolasi dari kloroplas menunjukkan sifat berbentuk sirkular, terdiri dari untai ganda, replikasi semikonservatif, dan bebas dari protein histon. DNA kloroplas penting dalam proses fotosintesis (Raven & Johnson 2002: 94). DNA juga dijumpai pada organisme prokariotik. DNA prokariot mempunyai DNA ekstranuklear yang dinamakan plasmid. Plasmid merupakan DNA yang tidak terlalu esensial bagi fungsi kehidupan bakteri, tetapi penting dalam pengaturan siklus hidup dan perumbuhan dalam lokasi hidupnya.
Kebanyakan plasmid adalah sirkular dan tersusun dari beberapa ribu pasangan basa. Plasmid mempunyai titik ori (origin of replication) sehingga mampu mereplikasi diri tanpa pengaturan dari DNA kromosom. Replikasi dimulai dari titik ori hingga semua plasmid tereplikasi (Pierce 2005:203).
Isolasi DNA merupakan langkah yang tepat untuk mempelajari DNA. Prinsipnya ada dua, yaitu sentrifugasi dan presipitasi. Sentrifugasi merupakan teknik untuk memisahkan campuran berdasarkan berat molekul komponennya. Molekul yang mempunyai berat molekul besar akan berada di bagian bawah tabung dan molekul ringan akan berada pada bagian atas tabung.
Hasil sentrifugasi akan menunjukkan dua macam fraksi yang terpisah, yaitu supernatan pada bagian atas dan pelet pada bagian bawah (Campbell dkk. 2002: 115). Presipitasi merupakan langkah yang dilakukan untuk mengendapkan suatu komponen dari campuran (Alberts dkk. 1994: 254).

Sebuah difenilamin (DPA) indikator akan mengkonfirmasi keberadaan DNA. Prosedur ini melibatkan hidrolisis kimia DNA: ketika dipanaskan (misalnya ≥ 95 ° C) dalam asam, reaksi memerlukan gula deoksiribosa dan karena itu spesifik untuk DNA. Dengan kondisi tersebut, 2-deoksiribosa akan dikonversi ke w-hydroxylevulinyl aldehida, yang bereaksi dengan senyawa, difenilamin, untuk menghasilkan senyawa berwarna biru. Konsentrasi DNA dapat ditentukan mengukur intensitas absorbansi larutan pada 600 nm dengan spektrofotometer dan membandingkan dengan kurva standar konsentrasi DNA diketahui. Mengukur intensitas absorbansi larutan DNA pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm digunakan sebagai ukuran kemurnian DNA. DNA menyerap sinar UV pada 260 dan 280 nanometer, dan protein aromatik menyerap sinar UV pada 280 nm, sebuah sampel DNA murni memiliki rasio 260/280 pada 1,8 dan relatif bebas dari kontaminasi protein. Sebuah persiapan DNA yang terkontaminasi dengan protein akan memiliki rasio 260/280 lebih rendah dari 1,8.
DNA bisa diukur dengan memotong DNA dengan enzim restriksi, menjalankannya pada gel agarosa, pewarnaan dengan bromida etidium atau noda yang berbeda dan membandingkan intensitas DNA dengan penanda DNA konsentrasi dikenal. Menggunakan teknik Southern blot ini diukur DNA dapat diisolasi dan diperiksa lebih lanjut menggunakan analisis PCR dan RFLP. Prosedur ini memungkinkan diferensiasi diulang dalam urutan genom. Ini adalah teknik-teknik yang ilmuwan forensik digunakan untuk perbandingan, identifikasi, dan analisis.
Zubaidah (2004) dalam Jamilah (2005) menyatakan bahwa isolasi DNA dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan antara lain: preparasi ekstrak sel, pemurnian DNA dari ekstrsk sel dan presipitasi DNA. Meskipun isolasi DNA dapat dilakukan dengan berbagai cara, akan tetapi pada setiap jenis atau bagian tanaman dapat memberikan hasil yang berbeda, hal ini dikarenakan adanya senyawa polifenol dan polisakarida dalam konsentrasi tinggi yang dapat menghambat pemurnian DNA. Jika isolasi DNA dilakukan dengan sample buah, maka kadar air pada masing-masing buah berbeda, dapat memberi hasil yang berbeda-beda pula. Semakin tinggi kadar air, maka sel yang terlarut di dalam ekstrak akan semakin sedikit, sehingga DNA yang terpretisipasi juga akan sedikit.
Penambahan deterjen dalam isolasi DNA dapat menyebabkan rusaknya membrane sel, melalui ikatan yang dibentuk melalui sisi hidrofobik deterjen dengan protein dan lemak pada membrane membentuk senyawa “lipid protein-deterjen kompleks”. Senyawa tersebut dapat terbentuk karena protein dan lipid memiliki ujung hidrofilik dan hidrofobik, demikian juga dengan deterjen, sehingga dapat membentuk suatu ikatan kimia. (Kirsman, 2010)






















BAB III
METODE

3.1.Waktu dan Tempat
          Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 5 Desember 2012 di laboratorium fisiologi Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarifhidayatullah Jakarta.

3.2.Alat dan bahan
          Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah: beaker glass, pisau, pengaduk, mesin blender, spatula, tabung reaksi, labu erlenmeyersaringan, dan kertas saring.
          Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah buah mangga, pepaya, nanas,tomat, sayur bayam, wortel, sabun cair, detergen, aquades, garam dapur, alkohol 96%, dan enzim papain.

3.3.Cara kerja
Pertama disiapkan sabun cair atau detergen yang telah dicairkan dengan air secukupnya, kemudian buah dan sayur yang telah dipotong ditimbang hingga 75-85 gram dan ditambah 200 ml aquades dingin dan 1gram garam dapur. Lalu bahan tersebut diblender selama 30 detik – 1 menit.
          Setelah itu jus buah atau sayur disaring dengan saringan biasa lalu disaring kembali dengan menggunakan kertas saring. Setelah didapat hasil saring ditambah dengan 15 ml sabun cair atau detergen dan di aduk hingga homogen, kemudian diamkan selama 10-15 menit.
          5 ml larutan jus yang telah disaring dan ditambah sabun cair diambil dan dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu ditambah 0,05 gram enzim papain dan diaduk sampai homogen, kemudian didiamkan selama 3 - 5 menit.
         

          Setelah 5 menit, ditambahkan 5ml alkohol 96% secara perlahan, kemudian diamati DNA yang terbentuk. Dan yang perlu diperhatikan pada proses timbulnya DNA  yaitu waktu yang diperlukan atau lama waktu munculnya DNA, warna DNA, serta banyak atau sedikitnya DNA yang terbentuk.


















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada praktikum isolasi DNA tumbuhan kali ini, langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menghancurkan sampel yang akan diuji dengan alat penghancur atau blender dan ditambahkan dengan garam. Penghancuran bertujuan untuk merusak jaringan yang ada pada sel sehingga mempermudah bahan-bahan kimia lain yang akan digunakan untuk masuk ke dalam organel-organel sel, dalam hal ini targetnya adalah inti sel (untuk mengambil DNA nya). Dibantu dengan tambahan garam yang membuat kondisi air menjadi hipertonis sehingga mempermudah lisisnya dinding sel.
Selanjutnya larutan disaring dengan kertas saring, ini berfungsi untuk memisahkan serat-serat yang kasar dengan yang halus, sehingga didapatkan sampel berupa cairan yang tidak terlalu kental. Kemudian larutan yang didapat ditambahkan dengan 15 ml sabun cair dengan konsentrasi 20%, sabun cair ini berfungsi untuk melisis dinding sel tumbuhan yang terdapat dalam larutan sampel. Ini disebabkan karena sifat dari sabun cair sama dengan sifat dinding sel yang hidrofobik, sehingga terjadi ikatan diantara keduanya dan menyebabkan dinding sel rusak.
Setelah ditunggu beberapa menit, sampel selanjutnya di beri enzim papain. Enzim ini berasal dari buah papaya. Pemberian enzim papain ini berfungsi untuk melunakan dinding sel dan menghancurkan membran inti sel, sehingga DNA yang terdapat di dalam membrane inti akan terurai keluar. Lalu sampel tersebut ditambahkan dengan alkohol 96%, alkohol ini berfungsi untuk membantu proses pengendapan terhadap organel-organel yang sudah keluar dari sel atau memisahkan bagian-bagian yang terurai tersebut berdasarkan berat molekul.


 


                                                                                                  
                                                                          1
                                                                           2                     
                                                                          
                                                                           3

Gambar 1. Endapan yang terbentuk dari buah pepaya, beberapa detik setelah pemberian alkohol 96%. Keterangan gambar = 1. RNA, 2. DNA, 3. Protein. Dokumentasi pribadi.
Setelah beberapa detik timbul endapan pada sampel. Waktu yang dibutuhkan sampel untuk membentuk endapan berbeda-beda. Berikut grafik waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing sampel :
 










Diagram 1. Perbandingan waktu yang dibutuhkan oleh sampel untuk membentuk endapan.
 











Gambar 2. Hasil isolasi DNA tumbuhan dari jumlah enam sampel (kiri ke kanan), tomat, wortel, nanas, papaya, bayam dan mangga. Dokumentasi pribadi.
Berdasarkan diagram catatan waktu, waktu tersingkat yang dibutuhkan untuk proses presipitasi adalah pada sampel buah pepaya (Carica papaya). Ini dimugkinkan karena adanya kandungan enzim papain yang dikandung dalam papaya, yang menyebabkan kandungan enzim papain di dalam buah pepaya lebih banyak daripada di sampel buah yang lain. Sehingga reaksi pengendapan yang terjadi pada pepaya membutuhkan waktu yang sangat singkat dibandingkan dengan sampel yang lain, yaitu sekitar 44 detik. Hal yang berkebalikan terjadi pada bayam (A. spinosus), waktu yang dibutuhkan bayam untuk membentuk endapan adalah 420 detik atau 7 menit.
Kemudian dari hasil endapan yang terbentuk (Gambar 1), endapan yang paling bawah adalah protein, yang melayang adalah DNA dan yang mengapung adalah RNA. Perbedaan letak ini disebabkan adanya perbedaan berat molekul yang dikandung masing-masingnya. Dilihat dari susunannya, protein memang lebih berat. Karena protein merupakan makromolekul yang disusun oleh 20 jenis asam amino dan asam amino inilah yang dibentuk dari kumpulan-kumpulan DNA yang berpilin.
 










Gambar 3. Susunan protein yang terdiri dari 20 jenis asam amino. sciencebiotech.net
Kemudian di dapat DNA yang terletak di tengah-tengah tabung atau melayang. DNA yang dihasilkan berupa benang-benang putih. Lalu RNA yang mengapung paling atas. Ini berarti berat molekul dari yang teringan sampai terberat adalah RNA, DNA dan Protein.








BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
  1. DNA akan terlihat sebagai massa (benang-benang) yang berwarna putih dan perlahan-lahan naik ke permukaan tabung
  2. Enzim papain terdapat pada buah pepaya yang berfungsi sebagai pelunak untuk daging
  3. Enzim bromelin yang terdapat pada buah nanas berfungsi sebagai membantu memecah protein
  4. Untuk mengisolasi DNA pada buah diperlukan langkah yang sistematis, yaitu menghancurkan dinding sel dengan penggerusan bahan (manual,dan kimia), melisiskan membrane sel dan membrane nucleus dengan pencampuran detergen , serta presipitasi DNA dengan penambahan ethanol dan Nacl dari garam.
  5. Kesulitan melihat massa putih pada tabung , disebabkan oleh detergen , dalam hal ini sunlight cair berwarna hijau yang terlalu kental, sehingga warna hijau menjadi sangat mendominasi








DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Wendy. 2010. Isolasi DNA.
Albert, B,et al. 1994. Biologi Molekuler Sel Edisi Kedua. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Anonim a. 2005. DNA Extraction from Wheat Germ, (Online), (http://www.gslc.genetics.utah.edu/units/activities/wheatgerm.html. (Diakses 9 Desember 2012)
Campbell, N.A., L.G. Mitchell and J.B. Reece. 2004. Biology: Concept and Connections. The Benjamin/Cummings Pub. Co., Inc.
Elrod, S, Stansfield, W. 2007. Genetika Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga
Hays, Lana. 2005. Introduction to DNA Extraction, (Online), http://www.tsl.orst.edu.tgerc/dnaext.html. (Diakses 9 Desember 2012)
Jusuf, M. 2001. Genetika 1 Struktur dan Ekspresi Gen. Jakarta : Sagung Seto
Jamilah. 2005. Pengaruh Berbagai Macam Detergen, Penambahan Enzim, dan Ekstrak Nanas (Ananas comusus (L) Merr) Terhadap Hasil Isolasi DNA Berbagai Macam Buah Sebagai Topik Praktikum Matakuliah Genetika. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang
Kirsman. 2010. Isolasi DNA Buah. http://kirsman83.weebl..com/2/post/2010/01/isolasi-dna-buah.html (Diakses tanggal 9 Desember 2012)
Pierce A.G.& Neil R.B. 2005. At A Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga.


Raven and Johnson. 2002. Biology 6 Edition. www.simpopdf.com (Diakses tanggal 9 Desember 2012)
Russell, P.J. 1994. Foundamental of Genetics. Harper Collins College Publishers. New York: xiii + 528 hlm.
Sadava, D. 2004. Life: The Science of Biology. 5th ed. Sinauer Associates, Inc.
Subandiyah, S. 2006. Polymerase Chain Reaction untuk Deteksi atau Identifikasi Patogen Tumbuhan. Beberapa Metode Ekstraksi DNA. Pelatihan dan Workshop Identifikasi DNA dengan Aplikasi PCR. Malang. hlm. 43-50.
Suryo. 2004. Genetika Strata 1. Yogyakarta : UGM Press
Surzycki, S. 1936. Basic Techniques in Molecular Biology. Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg, New York.


Lampiran
Pertanyaan
  1. Apa fungsi garam dapur, deterjen, dan alkohol 96 %?
            Jawab : Garam dapur berfungsi untuk membuat keadaan air hipertonis dan memudahkan sel memisahkan diri. Deterjen berfungsi untuk merusak membran sel, melalui ikatan yang dibentuk melalui sisi hidrofobik deterjen dengan protein dan lemak. Alkohol 96 % berfungsi untuk membentuk endapan / terjadinya presipitasi.
  1. Sebutkan cara atau bahan sederhana/ yang mudah didapat untuk mengisolasi DNA selain bahan diatas!

Jawab :
Read More..

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TERESTRIAL SUKSESI



SUKSESI
Aldha Rizki Utami1), Gita Najla Aldila1), Arman Gaffar1), Rima Suciyani1), Azkiya Banata1), Annisa Maulida1), Udi Rafiudin1)

Mardiansyah, M.Si2), Dina Anggraini, S.Si2)
Herwandi3)

1)Mahasiswa Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2)Dosen Praktikum Ekologi Terestrial
3)Assisten Praktikum Ekologi Terestrial

E-mail: arizuta@yahoo.com
 1 Mei 2013

ABSTRACT

This observation aims to find out how to do the simulation field secondary succession, secondary succession in a process of knowing the community or know terrestrial ecosystems and the physical and chemical diversity of species from the process before and after the secondary succession in a community or ecosystem on the planet. This observation was given two treatment, cut down and burned on a plot measuring 1 m x 1 m. Observations made during the four weeks, each week noted the number of types and number of individuals who had. Data that has been retrieved is analyzed using the Shannon-Wiener Index and index of the Simpsons. Based on the data that has been retrieved using the Index type of diversity Shannon-Wiener showed on both treatment shows rising value of H. Begitujuga does the same thing on the Simpsons, the Index increase index value the diversity of plant species. Despite the loss, too little. The composition of the vegetation on both treatments had 20 family Rubiaceae plants dominated by plants. The conclusions of the research on the succession is believed treatment with succession and secondary succession including burnt. Factors that affect the secondary succession is a broad community from being damaged due to the disruption, the types of plants in the vicinity of a community is disrupted, the presence of pemencar seeds, climate, especially the direction and speed of winds that helped spread the seeds, spores and seeds as well as rainfall, a new type of substrate that form and  the nature of plants around the site of the succession.

Key words: Terrestrial Ecology, succession, plants, terrestrial ecosystems, species diversity.

ABSTRAK


Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui cara untuk melakukan simulasi lapangan suksesi sekunder, mengetahui proses suksesi sekunder dalam komunitas atau ekosistem terestrial dan mengetahui faktor kimia fisik dan keanekaragaman spesies dari proses sebelum dan sesudah suksesi sekunder dalam komunitas atau ekosistem terestrial. Pengamatan ini diberi dua perlakuan, dibabat dan dibakar pada sebuah plot berukuran 1 m x 1m. Pengamatan dilakukan selama empat minggu, setiap minggunya dicatat jumlah jenis dan jumlah individu yang didapat. Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan Indeks Shannon-Wiener dan Indeks Simpsons. Berdasarkan data yang telah diperoleh keanekaragaman jenis menggunakan Indeks Shannon-Wiener menunjukkan pada kedua perlakuan menunjukkan kenaikan nilai H’. Begitujuga terjadi hal yang sama pada Indeks Simpsons, terjadi kenaikan nilai Indeks Keanekaragaman jenis tumbuhan. Meskipun terjadi juga penurunan yang sedikit. Komposisi tumbuhan pada kedua perlakuan didapat 20 famili tumbuhan dengan didominasi tumbuhan Rubiaceae. Kesimpulan dari penelitian mengenai suksesi ini adalah suksesi dengan perlakuan dibabat dan dibakar termasuk suksesi sekunder. Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi sekunder adalah luas komunitas asal yang rusak karena gangguan, jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu, kehadiran pemencar benih, iklim, terutama arah dan kecepatan angin yang membantu penyebaran biji, spora dan benih serta curah hujan, jenis substrat baru yang terbentuk dan sifat – sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya suksesi.          

Kata kunci : Ekologi terestrial, suksesi, tumbuhan, keanekaragaman jenis, ekosistem terestrial.



PENDAHULUAN
Suksesi adalah perubahan yang perlahan-lahan dari komunitas tumbuhan dalam suatu daerah tertentu dimana terjadi pengalihan dari suatu jenis tumbuhan oleh jenis tumbuhan lainnya (pada tingkat populasi). Pada prinsipnya semua bentuk ekosistem akan mengalami perubahan baik struktur maupun fungsinya dalam perjalanan waktu. Beberapa perubahan mungkin hanya merupakan fluktuasi lokal yang kecil sifatnya, sehingga tidak memberikan arti yang penting. Perubahan lainnya mungkin sangat besar/kuat sehingga mempengaruhi sistem secara keseluruhan (Arief, 1994).
Kajian perubahan ekosistem dan stabilitasnya memerlukan perhatian yang tidak sederhana. Ini meliputi aspek-aspek yang sangat luas seperti siklus materi/nutrisi, produktivitas, konsep energi, kaitannya dengan masalah pertanian dan juga dengan masalah konservasi (Clements, 1916).
Sudah diketahui secara meluas bahwa apabila suatu kebun tidak dipelihara, atau lapangan rumput yang tidak pernah dipotong secara teratur maka vegetasinya akan mengalami perubahan dan tidak tetap seperti itu terus menerus. Berbagai tumbuhan liar akan hidup/tumbuh dan mengubah karakteristik dari vegetasi asalnya. Demikian juga suatu lahan pertanian yang tidak digarap, maka herba, perdu, dan pohon liar akan tumbuh menguasai daerah/ lahan pertanian tersebut, dan apabila kondisi tanahnya memungkinkan vegetasinya akan berkembang membentuk komunitas hutan (Clements, 1916).
Perubahan yang sama akan terjadi pula pada lahan-lahan yang baru terbentuk secara alami, seperti delta, bukit pasir, daerah aliran lahar atau lava. Pada permulaannya tanah belum matang, nutrisi organik belum ada, permukaan sangat terbuka dan kondisinya belum menunjang kehidupan di atasnya. Akan tetapi apabila diberi waktu yang cukup lama kelamaan akan tertutup oleh koloni-koloni tumbuhan yang kemudian ekosistem ini akan berkembang (Clements, 1916).
Vegetasi yang pertama kali masuk biasanya berupa tumbuhan pelopor atau pionir, yaitu tumbuhan yang berkemampuan tinggi untuk hidup pada keadaan lingkungan yang serba terbatas atau mempunyai berbagai faktor pembatas, seperti kesuburan tanah yang rendah sekali : kekurangan atau ketiadaan air dalam tanah; intensitas cahaya yang terlalu berlebihan/ tinggi dan sebagainya. Kehadiran kelompok pionir ini akan menciptakan kondisi lingkungan tertentu yang memberikan kemungkinan untuk hidup tumbuhan lainnya. Koloni tumbuhan pionir ini akan menghasilkan proses pembentukan lapisan tanah, memecah batuan dengan akarnya dan membebaskan materi organik ketika terjadi pelapukan dari bagian tumbuhan yang mati. Proses akan berkembang sesuai dengan perubahan waktu, dan akan menciptakan komunitas tumbuhan yang semakin lama semakin padat dan kompleks, mengarah pada pematangan bentuk komunitas tumbuhannya (Luken , 1990).
Suksesi sekunder adalah distribusi kronologis organisme pada suatu area, sebagai akibat aktivitas agrikultural, atau aktivitas manusia lainnya, atau karena ter-jadinya kerusakan komunitas sebelumnya. Suksesi sekunder adalah invasi tumbuhan pada lahan yang sebelumnya telah terdapat vegetasi, di mana vegetasi yang ada sebelumnya mengalami kerusakan karena faktor alam atau oleh manusia.
Suksesi sekunder dapat didokumentasikan dengan cara mengadakan observasi ulangan pada area yang sama beberapa kali. Pengukuran dapat dilakukan terhadap nilai cover, biomassa, densitas, atau yang semacam (Finegan , 1984).
Praktikum kali ini bertujuan untuk melakukan simulasi lapangan suksesi sekunder, mengetahui proses suksesi sekunder dalam komunitas atau ekosistem terestrial dan mengetahui faktor kimia fisik dan keanekaragaman spesies dari proses sebelum dan sesudah suksesi sekunder dalam komunitas atau ekosistem terestrial.

MATERI DAN METODE
            Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal  13 Maret 2013 sampai 17 April 2013 mulai pukul 13.00 – 16.00 WIB di Semanggi, Ciputat dan analisis data dilakukan di PLT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode yang digunakan adalah analisis vegetasi.

Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tali atau tambang ukuran 1 x 1 m, patok, meteran, cangkul atau sekop, pisau atau golok, alat penghitung, soil tester, GPS, anemometer, botol/ plastik sampel, kertas label, sarngan bertingkat,  alat tulis, kamera dan lux meter. Ba han yang digunakan meliputi faktor biotik (suhu, intensitas cahaya, tanah) dan abiotik yang akan diukur (tumbuhan)

Prosedur Kerja
            Pertama yang dilakukan adalah ditentukan lokasi sampling yang memiliki tingkat kepadatan vegetasi yang tinggi. Lalu dibuat plot berukuran 1 m x 1 m yang ditancapkan ke tanah dengan patok. Dihitung jumlah individu dan jumlah jenis tumbuhan yang ada dalam plot, kemudian diukur kondisi fisiknya (intensitas cahaya, ph dan kelembaban tanah, kecepatan angin,  suhu tanah, ukuran tanah dan lokasi)
            Plot diberi perlakuan dibakar untuk kelompok 1 dan 2, sedangkan kelompok 2, 3 dan 4 diberi perlakuan dibabat sampai habis. Setelah itu dibiarkan satu minggu. Dilakukan pengulangan satu minggu sekali yaitu mencatat jumlah jenis dan jumlah individu tumbuhan selama 4 minggu.
Setelah semua jenis tumbuhan dihitung dan diidentifikasi, diukur faktor fisik pada plot meliputi intensitas cahaya, suhu udara, suhu tanah, pH tanah dan kelembaban tanah. Setelah data didapatkan kemudian dianalisis dengan indeks Shannon-Wiener dan Simpsons.

Analisis Data
            Pada praktikum ini data yang didapatkan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel. Analisis data yang digunakan untuk menghitung indeks Keanekaragaman Jenis adalah dengan Indeks Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Simpsons (S).

Indeks Shannon-Wiener (H’)

H’ = - ∑ Pi Ln Pi

Indeks Simpsons

S  = 1 – D atau S = ∑ Pi


Keterangan : ni   =  Jumlah jenis ke-i
n = Jumlah individu dari masing- masing spesies
Pi = Proporsi antara jumlah individu jenis ke-i dengan jumlah individu seluruh jenis.

HASIL
            Pengamatan suksesi mendapatkan hasil yang disajikan dalam bentuk grafik dan tabel, yang dapat dilihat pada gambar 1,2,  3 dan lampiran sebagai berikut.

Gambar 1. Keanekaragaman Jenis (H’) Tumbuhan pada Perlakuan Dibakar dan Dibabat

            Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Shannon-Wiener (H’) yang terdapat pada Gambar 1. Menunjukkan bahwa nilai H’ pada perlakuan dibakar keanekaragaman jenis tumbuhan tergolong rendah, karena nilai H’ < 1. Perlakuan sebelum dibakar nilai H’ sebesar 0,846 dan perlakuan sesudah dibakar nilai H’ 0,858. Hasil dari perlakuan sebelum dan sesudah dibakar pada nilai H’ tidak terlalu berbeda. Sedangkan pada perlakuan dibabat nilai H’ pada perlakuan sebelum dibabat, nilai H’ tergolong sedang yaitu sebesar 2, 22 karena 1 < H’ < 3. Perlakuan setelah dibabat nilai H’ sebesar 1, 27 yang masih tergolong sedang keanekaragaman jenisnya. Nilai H’ sebelum dan sesudah dibabat menunjukkan penurunan tapi masih tergolong sedang keanekaragamannya.

Gambar 2. Indeks Simpsons pada Perlakuan dibakar dan dibabat.
            Berdasarkan Gambar 2. Indeks Keanekaragaman  Jenis Tumbuhan  pada perlakuan dibabat dan dibakar. Terlihat bahwa setiap minggunya mengalami kenaikan dan penurunan. Pada minggu ke 3 perlakuan dibakar menunjukkan keanekaragaman jenis tumbuhan yang tinggi sebesar 1. Perlakuan dibabat pada minggu ke 3 dan ke 4 juga menunjukkan keanekaragaman jenis tumbuhan yang tinggi, dengan nilai Indeks Simpsons sebesar 1.

Gambar 3. Komposisi Tumbuhan

            Berdasarkan Gambar 2. Komposisi Tumbuhan pada seluruh plot ditemukan 20 jenis Famili Tumbuhan yang berbeda-beda. Hasil Komposisi Tumbuhan terlihat bahwa tumbuhan yang paling banyak ditemukan adalah tumbuhan Famili Rubiaceae dengan jumlah individu 609. Sedangkan yang paling sedikit adalah Arisemae, Fabaceae, Marsileaceae dengan jumlah individu masing-masing 1.

PEMBAHASAN
            Praktikum kali ini mengamati proses suksesi sekunder dalam komunitas atau ekosisten terestrial. Suksesi ekologi adalah konsep yang mendasar dalam ekologi, yang merujuk pada perubahan-perubahan berangkai dalam struktur dan komposisi suatu komunitas ekologi yang dapat diramalkan (Clements, 1916; del Moral, 2000; Pena, 2003; Spencer et al., 2001). Suksesi dapat terinisiasi oleh terbentuknya formasi baru suatu habitat yang sebelumnya tidak dihuni oleh mahluk hidup ataupun oleh adanya gangguan terhadap komunitas
hayati yang telah ada sebelumnya oleh kebakaran, badai, maupun penebangan hutan (del moral dan Bliss, 1993; Finegan, 1984). Kasus yang pertama sering disebut juga sebagai suksesi primer, sedangkan kasus kedua disebut sebagai suksesi sekunder (del Moral dan Wood, 1993; Finnegan, 1996; Hartman dan McCarthy, 2008). Dengan demikian suksesi ekologi adalah suatu proses perubahan komponen-komponen spesies suatu komunitas selama selang waktu tertentu. Menyusul adanya sebuah gangguan, suatu ekosistem biasanya akan berkembang dari mulai tingkat organisasi sederhana (misalnya beberapa spesies dominan) hingga ke komunitas yang lebih kompleks (banyak spesies yang interdependen) selama beberapa generasi (Luken, 1990).

Keanekaragaman Jenis (Indeks Shannon Wiener) Tumbuhan pada Perlakuan Dibakar dan Dibabat
Berdasarkan Gambar 1. Dapat dilihat bahwa nilai H’ perlakuan dibakar tergolong rendah, perlakuan sebelum dan sesudah dibakar tidak terlalu berbeda, sedangkan nilai H’ perlakuan dibabat tergolong sedang, perlakuan sesudah dan sebelum dibabat menunjukkan perbedaan yang signifikan. Nilai H’ sebelum dibabat lebih tinggi dari nilai H’ setelah dibabat tapi keanekaragaman jenis tumbuhannya masih tergolong rendah.
Suksesi pada perlakuan dibakar dan dibabat ini termasuk suksesi sekunder, yaitu suatu kondisi lingkungan yang terdapat gangguan seperti kebakaran dan penebangan hutan dan pembukaan lahan, akan tetapi memiliki cikal bakal kehidupan atau biologis (Hartman dan McCarthy, 2008).)
            Kecepatan proses suksesi dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :
1.      Luas komunitas asal yang rusak karena gangguan.
2.      Jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu.
3.      Kehadiran pemencar benih.
4.      Iklim, terutama arah dan kecepatan angina yang membantu penyebaran biji, spora dan benih serta curah hujan.
5.      Jenis substrat baru yang terbentuk
6.      Sifat – sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya suksesi.

Rendahnya keanekaragaman jenis pada perlakuan dibakar kemungkinan diakibatkan oleh faktor-faktor yang  sudah dijelaskan diatas. Begitu juga sebaliknya yaitu  pada perlakuan dibabat keanekaragaman jenis tumbuhan tergolong sedang juga diakibatkan oleh faktor-faktor tersebut.
Keanekaragaman jenis umumnya meningkat selama suksesi karena meningkatnya sejumlah relung dalam habitat yang tersedia bagi tingkat perkembangan seral beikutnya. Awal suksesi didominasi oleh sedikit jenis organisme yang memiliki kesempatan yang tinggi untuk tumbuh tanpa kompetisi yang efektif dengan sebagian besar jenis hidup lebih lama. Puncak keanekaragaman jenis penyusun komunitas hutan terjadi setelah 100-200 tahun setelah awal suksesi sekunder dan suatu keanekaragaman yang menurun terjadi kemudian dalam proses suksesi. Kemungkinan akibat kebakaran atau juga pengelolaan oleh manusia. Oleh karena itu, jelasnya secara umum peningkatan keanekaragaman ekologis melalui suksesi ekologi harus menjadi elemen kunci dalam ekosistem terestrial (Hartman dan McCarthy, 2008).
Laju pertumbuhan populasi dan komposisi spesies berlangsung dengan cepat pada fase awal suksesi, kemudian menurun pada perkembangan berikutnya. Kondisi yang membatasi laju pertumbuhan populasi dan komposisi spesies pada tahap berikutnya adalah faktor lingkungan yang kurang cocok untuk mendukung kelangsungan hidup permudaan jenis-jenis tertentu. (Marsono, 1991).
Pada lahan yang diberi perlakuan dibabat dan dibakar tergolong kedalam suksesi sekunder karena sebelum terjadi suksesi sudah ada bentuk – bentuk kehidupan sebelumnya berupa komunitas tumbuhan semak dan perdu serta tumbuhan jenis rerumputan. Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas tidak bersifat merusak total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat kehidupan / substrat seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir/ tumbuhan lumut (Finegan, 1984)
Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa alami atau akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angin topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan kekeringan hutan. Gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia contohnya adalah pembukaan areal hutan ( Spencer et al., 2001).
Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya suksesi antara lain :
1.   Iklim
      Tumbuhan tidak akan dapat teratur dengan adanya variasi yang lebar dalam waktu yang lama. Fluktuasi keadaan iklim kadang-kadang membawa akibat rusaknya vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya. Dan akhirnya suatu tempat yang baru (kosong) berkembang menjadi lebih baik (daya adaptasinya besar) dan mengubah kondisi iklim. Kekeringan, hujan salju/air dan kilat seringkali membawa keadaan yang tidak menguntungkan pada vegetasi.
2.   Topografi
      Suksesi terjadi karena adanya perubahan kondisi tanah, antara lain:
a. Erosi: Erosi dapat terjadi karena angin, air dan hujan. Dalam proses erosi tanah menjadi kosong kemudian terjadi penyebaran biji oleh angin (migrasi) dan akhirnya proses suksesi dimulai.
b. Pengendapan (denudasi): Erosi yang melarutkan lapisan tanah, di suatu tempat tanah diendapkan sehingga menutupi vegetasi yang ada dan merusakkannya. Kerusakan vegetasi  menyebabkan suksesi berulang kembali di tempat tersebut.
c. Biotik, Pemakan tumbuhan seperti serangga yang merupakan pengganggu di lahan pertanian demikian pula penyakit mengakibatkan kerusakan vegetasi. Di padang penggembalaan, hutan yang ditebang, panen menyebabkan tumbuhan tumbuh kembali dari awal atau bila rusak berat berganti vegetasi.

Proses suksesi sangat terkait dengan faktor linkungan, seperti letak lintang, iklim, dan tanah. Lingkungan sangat menentukan pembentukkan struktur komunitas klimaks. Misalnya, jika proses suksesi berlangsung di daerah beriklim kering, maka proses tersebut akan terhenti (klimaks) pada tahap komunitas rumput; jika berlangsung di daerah beriklim dingin dan basah, maka proses suksesi akan terhenti pada komunitas (hutan) conifer, serta jika berlangsung di daerah beriklim hangat dan basah, maka kegiatan yang sama akan terhenti pada hutan hujan  tropic (Schindele, W. 1989).
Proses suksesi sangat beragam, tergantung kondisi lingkungan. Proses suksesi pada daerah hangat, lembab, dan subur dapat berlangsung selama seratus tahun. Kenaikan dan penurunan keanekaragaman jenis tumbuhan juga kemungkinan disebabkan oleh faktor kimia dan fisik pada daerah tersebut. Seperti intensitas cahaya, suhu, kecepatan angin, kelembaban tanah, pH tanah dan nutrisi pada tanah (Schindele, W. 1989).
Akhir suksesi adalah terbentuknya suatu komunitas klimaks. Pembentukkan komunitas klimaks sangat dipengaruhi oleh musim dan biasanya komposisinya bercirikan spesies yang dominan. Berdasarkan pengaruh musim terhadap bentuknya komunitas klimaks, terdapat dua teori, yang pertama yaitu Hipotesis monoklimaks menyatakan bahwa pada daerah musim tertentu hanya terdapat satu komunitas klimaks. Yang kedua yaitu Hipoteis poliklimaks mengemukakan bahwa komunitas klimaks dipengaruhi oleh berbagai faktor abiotik yang  salah  satunya mungkin dominan (Emrich Anette, Benno Pokorny, Dr, Cornelia Sepp. 2000).

Keanekaragaman Jenis (Indeks Simpsons) Tumbuhan dengan 2 Perlakuan (dibakar dan dibabat) Data Perminggu
            Hampir sama seperti keanekaragaman jenis tumbuhan dengan 2 perlakuan menggunakan Indeks Shannon-Wiener, tapi pada pengamatan ini diamati perminggu lalu menggunakan Indeks Simpsons. Setiap minggunya dilihat tumbuhan apa saja yang tumbuh lalu dicatat jumlah jenis dan jumlah individu tumbuhan, kemudian dianalisis dengan Indeks Simpsons. Berdasarkan Gambar 2. Indeks Keanekaragaman  Jenis Tumbuhan  pada perlakuan dibabat dan dibakar. Terlihat bahwa setiap minggunya mengalami kenaikan dan penurunan. Pada minggu ke 3 perlakuan dibakar menunjukkan keanekaragaman jenis tumbuhan yang tinggi sebesar 1. Perlakuan dibabat pada minggu ke 3 dan ke 4 juga menunjukkan keanekaragaman jenis tumbuhan yang tinggi, dengan nilai Indeks Simpsons sebesar 1.
            Terjadinya penurunan dan kenaikan nilai Indeks Simpsons disebabkan adanya tumbuhan yang tumbuh pada beberapa fase.  Berikut penjelasan fase-fase  suksesi (Daniel, 1978)

Tahap-tahap Suksesi
Fase 1, nudasi yaitu proses awal terjadinya pertumbuhan pada lahan terbuka atau kosong. Fase 2, migrasi yaitu proses terjadinya biji-biji tumbuhan, spora dan lain-lainnya. Fase 3, ecesis yaitu proses kemantapan pertumbuhan biji-biji tersebut. Fase 4, reaksi yaitu proses persaingan atau kompetisi antara jenis tumbuhan yang telah ada/ hidup, dan pengaruhnya terhadap habitat setempat.
Fase 5, stabilisasi yaitu proses manakala populasi jenis tumbuhan mencapai titik akhir kondisi yang seimbang (equilbrium), di dalam keseimbangan dengan kondisi habitat lokal maupun regional (Hartman dan McCarthy, 2008).
Perlahan-lahan suatu kondisi keseimbangan yang stabil (steady-state) mulai terbentuk, dimana tanaman-tanaman yang mati secara terus menerus digantikan oleh tanaman (permudaan) yang baru. Setelah itu tidak ada biomasa tambahan yang terakumulasi lagi. Namun, permudaan lubang/celah tajuk yang khas terjadi pada hutan-hutan tropik basah biasanya memerlukan waktu selama 500 tahun (del Moral, 2000).
Suksesi lebih lanjut tersusun atas suatu rangkaian rute perjalanan terbentuknya komunitas vegetasi transisional menuju  komunitas vegetasi transisi dengan nama sere/sereal, dan kondisi akhir yang seimbang disebut sebagai vegetasi klimaks.

Komposisi Tumbuhan
            Data yang didapat pada komposisi tumbuhan yaitu terdapat 20 Famili tumbuhan yang terdiri dari Acanthaceae, Amaranthaceae, Arisaemae, Asteraceae, Bruceae, Buxaceae, Cyperaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Malfaceae, Marsileaceae, Oxalidaceae, Phyllanthaceae, Poaceae, Primulaceae, Ranunculaceae, Rubiaceae, Sapindaceae, Simaroubaceae dan Verbenaceae.  Berdasarkan Gambar 2. Komposisi Tumbuhan pada seluruh plot ditemukan 20 jenis Famili Tumbuhan yang berbeda-beda. Hasil Komposisi Tumbuhan terlihat bahwa tumbuhan yang paling banyak ditemukan adalah tumbuhan Famili Rubiaceae dengan jumlah individu 609. Sedangkan yang paling sedikit adalah Arisemae, Fabaceae, Marsileaceae dengan jumlah individu masing-masing 1.
            Tumbuhnya banyak tumbuhan Famili Rubiaceae dimungkinkan karena lahan yang kami buat petakan tersebut letaknya tidak begitu jauh dari  tumbuhan Rubiaceae yang sudah dewasa/ tua, kemungkinan jatuhnya biji dari tumbuhan Rubiaceae tersebut yang terbawa angin sehingga masuk kedalam petakan yang kami buat dan akhirnya tumbuh tumbuhan Rubiaceae yang baru.
            Sedikitnya tumbuhan Arisemae, Fabaceae, Marsileaceae kemungkinan diakibatkan oleh kondisi fisik kimia yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman tersebut.

Indeks Simpsons Perlakuan Dibabat dan Dibakar Perminggu
Ada perbedaan dari tiap minggu dilakukannya pengamatan. Pada minggu pertama belum terlihat banyak tanaman yang tumbuh, tapi pada minggu kedua sudah banyak jenis tanaman yang tumbuh. Proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah secara teratur disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks. Dikatakan bahwa dalam tingkat klimaks ini komunitas telah mencapai homeostatis. Ini dapat diartikan bahwa komunitas sudah dapat mempertahankan kestabilan internalnya sebagai akibat dari tanggap (response) yang terkoordinasi dari komponen-komponennya terhadap setiap kondisi atau rangsangan yang cenderung mengganggu kondisi atau fungsi normal komunitas. Jadi bila suatu komunitas telah mencapai klimaks, perubahan yang searah tidak terjadi lagi, meskipun perubahan-perubahan internal yang diperlukan untuk mempertahankan kehadiran komunitas berlangsung secara sinambung organisme individu atau populasi yang terbentuk sebagai kumpulan populasi spesies dalam daerah tertentu, yang membentuk suatu komunitas, suatu komunitas dapat berada dalam berbagai ukuran, misalnya komunitas hutan besar, laut atau komunitas kayu busuk.
 Para ahli tumbuhan dan hewan memerikan komunitas secara beragam. Semua definisi komunitas memiliki pandangan tertentu secara umum. Ini adalah beberapa spesies hadir dalam daerah yang sama dimungkinkan untuk mengenali satu jenis komunitas karena kelompok spesies yang sama dengan komposisi kurang lebih tetap hadir dalam ruang dan waktu; komunitas cenderung menciptakan kestabilan dinamis. Setiap gangguan cenderung diatur oleh aturan sendiri. Iklim merupakan faktor penentu dalam proses menuju klimaks. Adakalanya vegetasi terhalang untuk mencapai klimaks karena beberapa faktor selain iklim, misalnya ada perubahan tipe tanah, dipakai untuk penggembalaan hewan, terbakar, dan lain-lain. Dengan demikian, vegetasi dalam tahap perkembangan yang tidak sempurna (tahap sebelum klimaks yang sebenarnya), baik oleh faktor alam atau buatan. Keadaan ini disebut subklimaks. Komunitas tanaman subklimaks akan cenderung untuk mencapai klimaks sebenarnya jika faktor-faktor penghalang atau penghambat di hilangkan. Laju pertumbuhan populasi dan komposisi spesies berlangsung dengan cepat pada fase awal suksesi, kemudian menurun pada perkembangan berikutnya. Kondisi yang membatasi laju pertumbuhan populasi dan komposisi spesies pada tahap berikutnya adalah faktor lingkungan yang kurang cocok untuk mendukung kelangsungan hidup permudaan jenis-jenis tertentu. (Marsono dan Sastrosumarto, 1981). Suksesi terjadi melalui beberapa tahap nudasi, invasi, reaksi, stabilitas dan klimaks. Nudasi adalah proses pembentukan terjadinya wilayah/ daerah gundul baru. Invasi adalah datangnya/ kemunculan bakal kehidupan bermacam-macam organisme dari suatu daerah ke daerah yang baru dan menetap didaerah tersebut. Invasi dikatakan sempurna jika telah dapat berubah dan dikatakan sempurna bila telah adanya penyesuaian dn agregasi. Selanjutnya setiap organisme akan bersaing dan berusaha memodifikasikan lingkungan dalam wilayahnya agar mereka dapat bertahan hidup. Tingkat terakhir dari proses suksesi adalah ketika komunitas tersebut stabil. Sehingga dari hasil pengamatan, dapat diketahui dari minggu pertama hingga minggu ke empat pengamatan selalu mengalami kenaikan/ peningkatan jumlah dan jenis individu yang tumbuh. Jadi, dalam percobaan mengalami adanya perubahan. Suksesi ini berarti proses yang terjadi secara terus menerus yang ditandai oleh perubahan vegetasi, tanah, iklim dimana proses ini terjadi. Suksesi ini berlangsung karena habitat tempat tumbuh tumbuhan mengalami modifikasi oleh beberapa daya kekuatan alam dan aktivitas organisme hidup berupa perubahan – perubahan terhadap tanah, air, kimia dan lain – lain. Kecepatan proses suksesi dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut : 1. Luas komunitas asal yang rusak karena gangguan. 2. Jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu. 3. Kehadiran pemencar benih. 4. Iklim, terutama arah dan kecepatan angin yang membantu penyebaran biji, spora dan benih serta curah hujan. 5. Jenis substrat baru yang terbentuk 6. Sifat – sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya suksesi (Finnegan, 1996)
            Kesimpulan dari penelitian mengenai suksesi ini adalah suksesi dengan perlakuan dibabat dan dibakar termasuk suksesi sekunder. Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi sekunder adalah
Luas komunitas asal yang rusak karena gangguan, jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu, kehadiran pemencar benih, iklim, terutama arah dan kecepatan angin yang membantu penyebaran biji, spora dan benih serta curah hujan, jenis substrat baru yang terbentuk dan sifat – sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya suksesi.      

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan praktikum ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Mardiansyah, M.Si dan Dina Anggraini, S.Si selaku dosen yang telah membimbing saya dalam praktikum ini, Herwandi selaku assisten dan kepada Azkiya, Rima, Annisa, Gita, Arman dan Udi yang telah membantu praktikum ini.

DAFTAR PUSTAKA
Arief, Arifin. 1994. Hutan, Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Clements F. E. 1916. Plant Succession. Carnegie Institute Washington Publisher, Washington.
Daniel, Theodore. W, John. A. Helms, Frederick S. Baker, 1978, Prinsip-Prinsip Silvikultur (Diterjemahkan oleh Dr. Ir. Djoko Marsono, 1992), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
del Moral R. & D. M. Wood. 1993. Early primary succession on the volcano Mount St. Helens. Journal of Vegetation Science 4: 223-34.
del moral R. & L. C. Bliss. 1993. Mechanisms of Primary Succession- Insights Resulting from the Eruption of Mount St-Helens. Advances in Ecological Research 24: 1-66.
del Moral R. 2000. Succession and local species turnover on Mount. St. Helens, Washington. Acta Phytogeogr. Suec. 85: 51-60.
Emrich Anette, Benno Pokorny, Dr, Cornelia Sepp. 2000 Relevansi Pengelolaan Hutan Sekunder Dalam Kebijakan Pembangunan (Penelitian Hutan Tropika). Deutsche Gesellschaft Für Technische Zusammenarbeit (Gtz) Gmbh Postfach 5180 D-65726 Eschborn
Finegan B. 1984. Forest succession. Nature 312: 109-14.
Finnegan B. 1996. Pattern and process in neotropical secondary rain forests: The first 100 years of succession. Trends in Ecology and Evolution 11: 119-24.
Hartman K. M. & B. C. McCarthy. 2008. Changes in forest structure and species composition following invasion by a non-indigenous shrub, Amur honeysuckle (Lonicera maackii). Journal of the Torrey Botanical Society 135: 245-59.
Luken J. O. 1990. Directing ecological succession. Chapman and Hall, London.
Marsono, Dj 1991. Potensi dan Kondisi Hutan Hujan Tropika Basah di Indonesia. Buletin Instiper Volume.2. No.2. Institut Pertanian STIPER. Yogyakarta.
Pena C.-M. 2003. Changes in Forest Structure and Species Composition during Secondary Forest Succession in the Bolivian Amazon. Biotropica 35: 450-61.
Schindele, W. 1989. Investigation of the steps needed to rehabilitate the areas of East Kalimantan seriously affected by fire.
Spencer D. R., J. E. Perry & G. M. Silberhorn. 2001. Early Secondary Succession in Bottomland Hardwood Forests of Southeastern Virginia. Environmental Management 27: 559–70.



LAMPIRAN
Tabel 1. Perlakuan Sebelum  Dibakar

Tabel 2. Perlakuan Setelah Dibakar

Tabel 3. Perlakuan Sebelum Dibabat

Tabel 4. Perlakuan Setelah Dibabat

Tabel 5. Komposisi Tumbuhan
Famili
jumlah individu
Acanthaceae
211
Amaranthaceae
452
Arisaemae
1
Asteraceae
5
Bruceae
3
Buxaceae
34
Cyperaceae
8
Euphorbiaceae
12
Fabaceae
1
Malfaceae
146
Marsileaceae
1
Oxalidaceae
19
Phyllanthaceae
3
Poaceae
206
Primulaceae
23
Ranunculaceae
7
Rubiaceae
609
Sapindaceae
2
Simaroubaceae
17
Verbenaceae
2
Grand Total
1762


Tabel 6.  Indeks Simpsons Perminggu



Read More..