Mengenai Saya
- Aldha Rizki Utami
- Bogor, Jawa Barat, Indonesia
- just an ordinary girl with complicated mind.
Diberdayakan oleh Blogger.
Entri Populer
-
A. Pendahuluan Prokariota : organisme bersel tunggal yang merupakan bentuk paling awal dan paling primitif pada kehidupan di bumi, yang d...
-
LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA DASAR “TEORI PELUANG DAN UJI KHI-KUADRAT (Chi-Square Test) ” Dosen : Dasumiati M.Si Tanggal Praktikum : S...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percobaan isolasi DNA tanaman dan hewan perlu dilakukan karena isolasi DNA sendiri merupakan t...
-
PENGENALAN ALAT Aldha Rizki Utami 1) , Gita Najla Aldila 1) , Arman Gaffar 1) , Rima Suciyani 1) , Azkiya Banata 1) , Annisa Maulida 1...
-
I. Pendahuluan § Dinding sel hanya terdapat pada sel tumbuhan. § Sebagian besar isi dari sel berupa air. Tekanan air/ ...
-
EKOSISTEM TERESTRIAL Aldha Rizki Utami 1) , Gita Najla Aldila 1) , Arman Gaffar 1) , Rima Suciyani 1) , Azkiya Banata 1) , Annisa Maulid...
-
TANAH DAN DEKOMPOSISI Aldha Rizki Utami 1) , Gita Najla Aldila 1) , Arman Gaffar 1) , Rima Suciyani 1) , Azkiya Banata 1) , Annisa M...
-
A. Batasan Pengertian · Eukariotik : eu = “sebenarnya” ; karion = nukleus. · Sel Eukariotik : sel yang memil...
-
SUKSESI Aldha Rizki Utami 1) , Gita Najla Aldila 1) , Arman Gaffar 1) , Rima Suciyani 1) , Azkiya Banata 1) , Annisa Maulida 1) ,...
-
Bagi pecinta film drama romantis wajib nonton film ini. Dijamin gak akan nyesel karena film ini ngajarin kalo cinta itu mengajarkan kita ...
Pengikut
Facebookku
Minggu, 20 Oktober 2013
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TERESTRIAL SUKSESI
03.40
| Diposting oleh
Aldha Rizki Utami
SUKSESI
Aldha Rizki Utami1), Gita
Najla Aldila1), Arman Gaffar1), Rima Suciyani1),
Azkiya Banata1), Annisa Maulida1), Udi Rafiudin1)
Mardiansyah, M.Si2), Dina Anggraini,
S.Si2)
Herwandi3)
1)Mahasiswa Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2)Dosen Praktikum Ekologi Terestrial
3)Assisten Praktikum Ekologi Terestrial
E-mail: arizuta@yahoo.com
1 Mei 2013
ABSTRACT
This observation aims to
find out how to do the simulation field secondary succession, secondary
succession in a process of knowing the community or know terrestrial ecosystems
and the physical and chemical diversity of species from the process before and
after the secondary succession in a community or ecosystem on the planet. This
observation was given two treatment, cut down and burned on a plot measuring 1
m x 1 m. Observations made during the four weeks, each week noted the number of
types and number of individuals who had. Data that has been retrieved is
analyzed using the Shannon-Wiener Index and index of the Simpsons. Based on the
data that has been retrieved using the Index type of diversity Shannon-Wiener showed
on both treatment shows rising value of H’.
Begitujuga does the same thing on the Simpsons, the Index increase index value
the diversity of plant species. Despite the loss, too little. The composition
of the vegetation on both treatments had 20 family Rubiaceae plants dominated
by plants. The conclusions of the research on the succession is believed
treatment with succession and secondary succession including burnt. Factors
that affect the secondary succession is a broad community from being damaged due
to the disruption, the types of plants in the vicinity of a community is
disrupted, the presence of pemencar seeds, climate, especially the direction
and speed of winds that helped spread the seeds, spores and seeds as well as
rainfall, a new type of substrate that form and the nature of plants around the site of the
succession.
Key words: Terrestrial
Ecology, succession, plants, terrestrial ecosystems, species diversity.
ABSTRAK
Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui cara
untuk melakukan simulasi lapangan suksesi sekunder, mengetahui proses suksesi
sekunder dalam komunitas atau ekosistem terestrial dan mengetahui faktor kimia
fisik dan keanekaragaman spesies dari proses sebelum dan sesudah suksesi
sekunder dalam komunitas atau ekosistem terestrial. Pengamatan ini diberi dua
perlakuan, dibabat dan dibakar pada sebuah plot berukuran 1 m x 1m. Pengamatan
dilakukan selama empat minggu, setiap minggunya dicatat jumlah jenis dan jumlah
individu yang didapat. Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan Indeks
Shannon-Wiener dan Indeks Simpsons. Berdasarkan data yang telah diperoleh
keanekaragaman jenis menggunakan Indeks Shannon-Wiener menunjukkan pada kedua
perlakuan menunjukkan kenaikan nilai H’. Begitujuga terjadi hal yang sama pada
Indeks Simpsons, terjadi kenaikan nilai Indeks Keanekaragaman jenis tumbuhan.
Meskipun terjadi juga penurunan yang sedikit. Komposisi tumbuhan pada kedua
perlakuan didapat 20 famili tumbuhan dengan didominasi tumbuhan Rubiaceae.
Kesimpulan dari penelitian mengenai suksesi ini adalah suksesi dengan perlakuan
dibabat dan dibakar termasuk suksesi sekunder. Faktor-faktor yang mempengaruhi
suksesi sekunder adalah luas komunitas asal
yang rusak karena gangguan, jenis-jenis
tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu, kehadiran pemencar benih, iklim, terutama arah dan kecepatan
angin yang membantu penyebaran biji, spora dan benih serta curah hujan, jenis substrat baru yang terbentuk dan sifat – sifat jenis tumbuhan yang ada
di sekitar tempat terjadinya suksesi.
Kata kunci : Ekologi terestrial, suksesi,
tumbuhan, keanekaragaman jenis, ekosistem terestrial.
PENDAHULUAN
Suksesi adalah
perubahan yang perlahan-lahan dari komunitas tumbuhan dalam suatu daerah
tertentu dimana terjadi pengalihan dari suatu jenis tumbuhan oleh jenis
tumbuhan lainnya (pada tingkat populasi). Pada
prinsipnya semua bentuk ekosistem akan mengalami perubahan baik struktur maupun
fungsinya dalam perjalanan waktu. Beberapa perubahan mungkin hanya merupakan
fluktuasi lokal yang kecil sifatnya, sehingga tidak memberikan arti yang
penting. Perubahan lainnya mungkin sangat besar/kuat sehingga mempengaruhi sistem
secara keseluruhan (Arief, 1994).
Kajian perubahan ekosistem dan
stabilitasnya memerlukan perhatian yang tidak sederhana. Ini meliputi
aspek-aspek yang sangat luas seperti siklus materi/nutrisi, produktivitas,
konsep energi, kaitannya dengan masalah pertanian dan juga dengan masalah
konservasi (Clements, 1916).
Sudah diketahui secara
meluas bahwa apabila suatu kebun tidak dipelihara, atau lapangan rumput yang
tidak pernah dipotong secara teratur maka vegetasinya akan mengalami perubahan
dan tidak tetap seperti itu terus menerus. Berbagai
tumbuhan liar akan hidup/tumbuh dan mengubah karakteristik dari vegetasi
asalnya. Demikian juga suatu lahan pertanian yang tidak digarap, maka herba,
perdu, dan pohon liar akan tumbuh menguasai daerah/ lahan pertanian tersebut,
dan apabila kondisi tanahnya memungkinkan vegetasinya akan berkembang membentuk
komunitas hutan (Clements, 1916).
Perubahan yang sama akan terjadi pula pada
lahan-lahan yang baru terbentuk secara alami, seperti delta, bukit pasir,
daerah aliran lahar atau lava. Pada permulaannya tanah belum matang, nutrisi
organik belum ada, permukaan sangat terbuka dan kondisinya belum menunjang
kehidupan di atasnya. Akan tetapi apabila diberi waktu yang cukup lama kelamaan
akan tertutup oleh koloni-koloni tumbuhan yang kemudian ekosistem ini akan
berkembang (Clements, 1916).
Vegetasi yang pertama
kali masuk biasanya berupa tumbuhan pelopor atau pionir, yaitu tumbuhan yang
berkemampuan tinggi untuk hidup pada keadaan lingkungan yang serba terbatas
atau mempunyai berbagai faktor pembatas, seperti kesuburan tanah yang rendah
sekali : kekurangan atau ketiadaan air dalam tanah; intensitas cahaya yang
terlalu berlebihan/ tinggi dan sebagainya. Kehadiran
kelompok pionir ini akan menciptakan kondisi lingkungan tertentu yang
memberikan kemungkinan untuk hidup tumbuhan lainnya. Koloni tumbuhan pionir ini
akan menghasilkan proses pembentukan lapisan tanah, memecah batuan dengan
akarnya dan membebaskan materi organik ketika terjadi pelapukan dari bagian
tumbuhan yang mati. Proses akan berkembang sesuai dengan perubahan waktu, dan
akan menciptakan komunitas tumbuhan yang semakin lama semakin padat dan
kompleks, mengarah pada pematangan bentuk komunitas tumbuhannya (Luken , 1990).
Suksesi sekunder adalah
distribusi kronologis organisme pada suatu area, sebagai akibat aktivitas
agrikultural, atau aktivitas manusia lainnya, atau karena ter-jadinya kerusakan
komunitas sebelumnya. Suksesi sekunder adalah invasi tumbuhan pada lahan yang
sebelumnya telah terdapat vegetasi, di mana vegetasi yang ada sebelumnya
mengalami kerusakan karena faktor alam atau oleh manusia.
Suksesi sekunder dapat
didokumentasikan dengan cara mengadakan observasi ulangan pada area yang sama
beberapa kali. Pengukuran dapat dilakukan terhadap nilai cover, biomassa,
densitas, atau yang semacam (Finegan , 1984).
Praktikum kali ini
bertujuan untuk melakukan simulasi lapangan suksesi sekunder, mengetahui proses
suksesi sekunder dalam komunitas atau ekosistem terestrial dan mengetahui
faktor kimia fisik dan keanekaragaman spesies dari proses sebelum dan sesudah
suksesi sekunder dalam komunitas atau ekosistem terestrial.
MATERI
DAN METODE
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 13 Maret 2013 sampai 17 April 2013 mulai
pukul 13.00 – 16.00 WIB di Semanggi, Ciputat dan analisis data dilakukan di PLT
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode yang digunakan adalah analisis
vegetasi.
Alat dan
Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tali atau tambang ukuran 1 x
1 m, patok, meteran, cangkul atau sekop, pisau atau golok, alat penghitung,
soil tester, GPS, anemometer, botol/ plastik sampel, kertas label, sarngan
bertingkat, alat tulis, kamera dan lux
meter. Ba han yang digunakan meliputi faktor biotik (suhu, intensitas cahaya,
tanah) dan abiotik yang akan diukur (tumbuhan)
Prosedur
Kerja
Pertama
yang dilakukan adalah ditentukan lokasi sampling yang memiliki tingkat
kepadatan vegetasi yang tinggi. Lalu dibuat plot berukuran 1 m x 1 m yang
ditancapkan ke tanah dengan patok. Dihitung jumlah individu dan jumlah jenis
tumbuhan yang ada dalam plot, kemudian diukur kondisi fisiknya (intensitas
cahaya, ph dan kelembaban tanah, kecepatan angin, suhu tanah, ukuran tanah dan lokasi)
Plot
diberi perlakuan dibakar untuk kelompok 1 dan 2, sedangkan kelompok 2, 3 dan 4
diberi perlakuan dibabat sampai habis. Setelah itu dibiarkan satu minggu.
Dilakukan pengulangan satu minggu sekali yaitu mencatat jumlah jenis dan jumlah
individu tumbuhan selama 4 minggu.
Setelah semua jenis
tumbuhan dihitung dan diidentifikasi, diukur faktor fisik pada plot meliputi
intensitas cahaya, suhu udara, suhu tanah, pH tanah dan kelembaban tanah.
Setelah data didapatkan kemudian dianalisis dengan indeks Shannon-Wiener dan Simpsons.
Analisis
Data
Pada praktikum ini data yang didapatkan disajikan dalam bentuk grafik dan
tabel. Analisis data yang digunakan untuk menghitung indeks Keanekaragaman
Jenis adalah dengan Indeks Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Simpsons (S).
Indeks Shannon-Wiener
(H’)
H’ = - ∑ Pi Ln Pi
Indeks
Simpsons
S = 1 – D
atau S = ∑ Pi
Keterangan : ni
= Jumlah jenis ke-i
n =
Jumlah individu dari masing- masing spesies
Pi =
Proporsi antara jumlah individu jenis ke-i dengan jumlah individu seluruh
jenis.
HASIL
Pengamatan
suksesi mendapatkan hasil yang disajikan dalam bentuk grafik dan tabel, yang
dapat dilihat pada gambar 1,2, 3 dan
lampiran sebagai berikut.
Gambar 1. Keanekaragaman Jenis (H’)
Tumbuhan pada Perlakuan Dibakar dan Dibabat
Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Shannon-Wiener (H’) yang
terdapat pada Gambar 1. Menunjukkan bahwa nilai H’ pada perlakuan dibakar
keanekaragaman jenis tumbuhan tergolong rendah, karena nilai H’ < 1.
Perlakuan sebelum dibakar nilai H’ sebesar 0,846 dan perlakuan sesudah dibakar
nilai H’ 0,858. Hasil dari perlakuan sebelum dan sesudah dibakar pada nilai H’
tidak terlalu berbeda. Sedangkan pada perlakuan dibabat nilai H’ pada perlakuan
sebelum dibabat, nilai H’ tergolong sedang yaitu sebesar 2, 22 karena 1 < H’
< 3. Perlakuan setelah dibabat nilai H’ sebesar 1, 27 yang masih tergolong
sedang keanekaragaman jenisnya. Nilai H’ sebelum dan sesudah dibabat
menunjukkan penurunan tapi masih tergolong sedang keanekaragamannya.
Gambar 2. Indeks Simpsons pada Perlakuan
dibakar dan dibabat.
Berdasarkan Gambar 2. Indeks Keanekaragaman
Jenis Tumbuhan pada perlakuan
dibabat dan dibakar. Terlihat bahwa setiap minggunya mengalami kenaikan dan
penurunan. Pada minggu ke 3 perlakuan dibakar menunjukkan keanekaragaman jenis
tumbuhan yang tinggi sebesar 1. Perlakuan dibabat pada minggu ke 3 dan ke 4
juga menunjukkan keanekaragaman jenis tumbuhan yang tinggi, dengan nilai Indeks
Simpsons sebesar 1.
Gambar 3. Komposisi Tumbuhan
Berdasarkan
Gambar 2. Komposisi Tumbuhan pada seluruh plot ditemukan 20 jenis Famili
Tumbuhan yang berbeda-beda. Hasil Komposisi Tumbuhan terlihat bahwa tumbuhan
yang paling banyak ditemukan adalah tumbuhan Famili Rubiaceae dengan jumlah
individu 609. Sedangkan yang paling sedikit adalah Arisemae, Fabaceae,
Marsileaceae dengan jumlah individu masing-masing 1.
PEMBAHASAN
Praktikum
kali ini mengamati proses suksesi sekunder dalam komunitas atau ekosisten
terestrial. Suksesi ekologi adalah konsep yang mendasar dalam ekologi, yang
merujuk pada perubahan-perubahan berangkai dalam struktur dan komposisi suatu
komunitas ekologi yang dapat diramalkan (Clements, 1916; del Moral, 2000; Pena,
2003; Spencer et al., 2001). Suksesi dapat
terinisiasi oleh terbentuknya formasi baru suatu habitat yang sebelumnya tidak
dihuni oleh mahluk hidup ataupun oleh adanya gangguan terhadap komunitas
hayati yang telah ada sebelumnya oleh kebakaran,
badai, maupun penebangan hutan (del moral dan Bliss, 1993; Finegan, 1984).
Kasus yang pertama sering disebut juga sebagai suksesi primer, sedangkan kasus
kedua disebut sebagai suksesi sekunder (del Moral dan Wood, 1993; Finnegan,
1996; Hartman dan McCarthy, 2008). Dengan demikian suksesi ekologi adalah suatu
proses perubahan komponen-komponen spesies suatu komunitas selama selang waktu
tertentu. Menyusul adanya sebuah gangguan, suatu ekosistem biasanya akan
berkembang dari mulai tingkat organisasi sederhana (misalnya beberapa spesies
dominan) hingga ke komunitas yang lebih kompleks (banyak spesies yang
interdependen) selama beberapa generasi (Luken, 1990).
Keanekaragaman
Jenis (Indeks Shannon Wiener) Tumbuhan pada Perlakuan Dibakar dan Dibabat
Berdasarkan Gambar 1.
Dapat dilihat bahwa nilai H’ perlakuan dibakar tergolong rendah, perlakuan
sebelum dan sesudah dibakar tidak terlalu berbeda, sedangkan nilai H’ perlakuan
dibabat tergolong sedang, perlakuan sesudah dan sebelum dibabat menunjukkan perbedaan
yang signifikan. Nilai H’ sebelum dibabat lebih tinggi dari nilai H’ setelah
dibabat tapi keanekaragaman jenis tumbuhannya masih tergolong rendah.
Suksesi pada perlakuan
dibakar dan dibabat ini termasuk suksesi sekunder, yaitu suatu kondisi lingkungan
yang terdapat gangguan seperti kebakaran dan penebangan hutan dan pembukaan
lahan, akan tetapi memiliki cikal bakal kehidupan atau biologis (Hartman dan
McCarthy, 2008).)
Kecepatan proses suksesi dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :
1.
Luas komunitas asal yang rusak
karena gangguan.
2.
Jenis-jenis tumbuhan yang
terdapat di sekitar komunitas yang terganggu.
3.
Kehadiran pemencar benih.
4.
Iklim, terutama arah dan
kecepatan angina yang membantu penyebaran biji, spora dan benih serta curah
hujan.
5.
Jenis substrat baru yang
terbentuk
6.
Sifat – sifat jenis tumbuhan
yang ada di sekitar tempat terjadinya suksesi.
Rendahnya keanekaragaman
jenis pada perlakuan dibakar kemungkinan diakibatkan oleh faktor-faktor
yang sudah dijelaskan diatas. Begitu
juga sebaliknya yaitu pada perlakuan
dibabat keanekaragaman jenis tumbuhan tergolong sedang juga diakibatkan oleh
faktor-faktor tersebut.
Keanekaragaman jenis
umumnya meningkat selama suksesi karena meningkatnya sejumlah relung dalam
habitat yang tersedia bagi tingkat perkembangan seral beikutnya. Awal suksesi
didominasi oleh sedikit jenis organisme yang memiliki kesempatan yang tinggi
untuk tumbuh tanpa kompetisi yang efektif dengan sebagian besar jenis hidup
lebih lama. Puncak keanekaragaman jenis penyusun komunitas hutan terjadi
setelah 100-200 tahun setelah awal suksesi sekunder dan suatu keanekaragaman
yang menurun terjadi kemudian dalam proses suksesi. Kemungkinan akibat
kebakaran atau juga pengelolaan oleh manusia. Oleh karena itu, jelasnya secara
umum peningkatan keanekaragaman ekologis melalui suksesi ekologi harus menjadi
elemen kunci dalam ekosistem terestrial (Hartman dan McCarthy, 2008).
Laju
pertumbuhan populasi dan komposisi spesies berlangsung dengan cepat pada fase
awal suksesi, kemudian menurun pada perkembangan berikutnya. Kondisi yang
membatasi laju pertumbuhan populasi dan komposisi spesies pada tahap berikutnya
adalah faktor lingkungan yang kurang cocok untuk mendukung kelangsungan hidup
permudaan jenis-jenis tertentu. (Marsono, 1991).
Pada lahan yang diberi
perlakuan dibabat dan dibakar tergolong kedalam suksesi sekunder karena sebelum
terjadi suksesi sudah ada bentuk – bentuk kehidupan sebelumnya berupa komunitas
tumbuhan semak dan perdu serta tumbuhan jenis rerumputan. Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu
komunitas tidak bersifat merusak total tempat komunitas tersebut sehingga masih
terdapat kehidupan / substrat seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder
dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir/ tumbuhan
lumut (Finegan, 1984)
Gangguan yang menyebabkan terjadinya
suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa alami atau akibat kegiatan
manusia. Gangguan alami misalnya angin topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon
besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan kekeringan hutan. Gangguan yang
disebabkan oleh kegiatan manusia contohnya adalah pembukaan areal hutan ( Spencer et
al., 2001).
Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya suksesi antara lain :
1. Iklim
Tumbuhan
tidak akan dapat teratur dengan adanya variasi yang lebar dalam waktu yang
lama. Fluktuasi keadaan iklim kadang-kadang membawa akibat rusaknya vegetasi
baik sebagian maupun seluruhnya. Dan akhirnya suatu tempat yang baru (kosong)
berkembang menjadi lebih baik (daya adaptasinya besar) dan mengubah kondisi
iklim. Kekeringan, hujan salju/air dan kilat seringkali membawa keadaan yang
tidak menguntungkan pada vegetasi.
2. Topografi
Suksesi
terjadi karena adanya perubahan kondisi tanah, antara lain:
a. Erosi: Erosi dapat terjadi karena angin, air dan hujan. Dalam proses
erosi tanah menjadi kosong kemudian terjadi penyebaran biji oleh angin
(migrasi) dan akhirnya proses suksesi dimulai.
b. Pengendapan (denudasi): Erosi yang melarutkan
lapisan tanah, di suatu tempat tanah diendapkan sehingga menutupi vegetasi yang
ada dan merusakkannya. Kerusakan vegetasi menyebabkan suksesi berulang kembali di tempat
tersebut.
c. Biotik,
Pemakan tumbuhan seperti serangga yang merupakan pengganggu di lahan pertanian
demikian pula penyakit mengakibatkan kerusakan vegetasi. Di padang penggembalaan, hutan yang ditebang, panen menyebabkan
tumbuhan tumbuh kembali dari awal atau bila rusak berat berganti vegetasi.
Proses suksesi sangat terkait dengan
faktor linkungan, seperti letak lintang, iklim, dan tanah. Lingkungan sangat
menentukan pembentukkan struktur komunitas klimaks. Misalnya, jika proses
suksesi berlangsung di daerah beriklim kering, maka proses tersebut akan
terhenti (klimaks) pada tahap komunitas rumput; jika berlangsung di daerah
beriklim dingin dan basah, maka proses suksesi akan terhenti pada komunitas
(hutan) conifer, serta jika berlangsung di daerah beriklim hangat dan basah,
maka kegiatan yang sama akan terhenti pada hutan hujan tropic (Schindele, W.
1989).
Proses suksesi sangat beragam, tergantung
kondisi lingkungan. Proses suksesi pada daerah hangat, lembab, dan subur dapat
berlangsung selama seratus tahun. Kenaikan
dan penurunan keanekaragaman jenis tumbuhan juga kemungkinan disebabkan oleh
faktor kimia dan fisik pada daerah tersebut. Seperti intensitas cahaya, suhu,
kecepatan angin, kelembaban tanah, pH tanah dan nutrisi pada tanah (Schindele,
W. 1989).
Akhir suksesi adalah terbentuknya suatu komunitas klimaks. Pembentukkan komunitas
klimaks sangat dipengaruhi oleh musim dan biasanya komposisinya bercirikan
spesies yang dominan. Berdasarkan pengaruh musim terhadap bentuknya komunitas
klimaks, terdapat dua teori, yang pertama yaitu Hipotesis monoklimaks
menyatakan bahwa pada daerah musim tertentu hanya terdapat satu komunitas
klimaks. Yang kedua yaitu Hipoteis poliklimaks mengemukakan bahwa komunitas
klimaks dipengaruhi oleh berbagai faktor abiotik yang salah satunya mungkin dominan (Emrich Anette, Benno Pokorny, Dr, Cornelia Sepp.
2000).
Keanekaragaman
Jenis (Indeks Simpsons) Tumbuhan dengan 2 Perlakuan (dibakar dan dibabat) Data
Perminggu
Hampir sama seperti keanekaragaman jenis tumbuhan dengan 2 perlakuan
menggunakan Indeks Shannon-Wiener, tapi pada pengamatan ini diamati perminggu
lalu menggunakan Indeks Simpsons. Setiap minggunya dilihat tumbuhan apa saja
yang tumbuh lalu dicatat jumlah jenis dan jumlah individu tumbuhan, kemudian
dianalisis dengan Indeks Simpsons. Berdasarkan Gambar 2. Indeks
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan pada perlakuan dibabat dan dibakar. Terlihat
bahwa setiap minggunya mengalami kenaikan dan penurunan. Pada minggu ke 3
perlakuan dibakar menunjukkan keanekaragaman jenis tumbuhan yang tinggi sebesar
1. Perlakuan dibabat pada minggu ke 3 dan ke 4 juga menunjukkan keanekaragaman
jenis tumbuhan yang tinggi, dengan nilai Indeks Simpsons sebesar 1.
Terjadinya
penurunan dan kenaikan nilai Indeks Simpsons disebabkan adanya tumbuhan yang
tumbuh pada beberapa fase. Berikut
penjelasan fase-fase suksesi (Daniel,
1978)
Tahap-tahap
Suksesi
Fase 1, nudasi yaitu
proses awal terjadinya pertumbuhan pada lahan terbuka atau kosong. Fase 2, migrasi
yaitu proses terjadinya biji-biji tumbuhan, spora dan lain-lainnya. Fase 3, ecesis
yaitu proses kemantapan pertumbuhan biji-biji tersebut. Fase 4, reaksi yaitu
proses persaingan atau kompetisi antara jenis tumbuhan yang telah ada/ hidup,
dan pengaruhnya terhadap habitat setempat.
Fase 5, stabilisasi yaitu proses manakala populasi
jenis tumbuhan mencapai titik akhir kondisi yang seimbang (equilbrium), di
dalam keseimbangan dengan kondisi habitat lokal maupun regional (Hartman dan
McCarthy, 2008).
Perlahan-lahan suatu kondisi keseimbangan
yang stabil (steady-state) mulai
terbentuk, dimana tanaman-tanaman yang mati secara terus menerus digantikan
oleh tanaman (permudaan) yang baru. Setelah itu tidak ada biomasa tambahan yang
terakumulasi lagi. Namun, permudaan lubang/celah tajuk yang khas terjadi pada
hutan-hutan tropik basah biasanya memerlukan waktu selama 500 tahun (del Moral, 2000).
Suksesi lebih lanjut
tersusun atas suatu rangkaian rute perjalanan terbentuknya komunitas vegetasi
transisional menuju komunitas vegetasi
transisi dengan nama sere/sereal, dan kondisi akhir yang seimbang disebut
sebagai vegetasi klimaks.
Komposisi
Tumbuhan
Data yang didapat pada komposisi tumbuhan yaitu terdapat 20 Famili tumbuhan
yang terdiri dari Acanthaceae,
Amaranthaceae, Arisaemae, Asteraceae, Bruceae, Buxaceae, Cyperaceae,
Euphorbiaceae, Fabaceae, Malfaceae, Marsileaceae, Oxalidaceae, Phyllanthaceae,
Poaceae, Primulaceae, Ranunculaceae, Rubiaceae, Sapindaceae, Simaroubaceae dan Verbenaceae. Berdasarkan Gambar 2. Komposisi Tumbuhan pada
seluruh plot ditemukan 20 jenis Famili Tumbuhan yang berbeda-beda. Hasil
Komposisi Tumbuhan terlihat bahwa tumbuhan yang paling banyak ditemukan adalah
tumbuhan Famili Rubiaceae dengan
jumlah individu 609. Sedangkan yang paling sedikit adalah Arisemae, Fabaceae, Marsileaceae dengan jumlah individu
masing-masing 1.
Tumbuhnya banyak tumbuhan
Famili Rubiaceae dimungkinkan karena lahan
yang kami buat petakan tersebut letaknya tidak begitu jauh dari tumbuhan Rubiaceae yang sudah dewasa/ tua, kemungkinan jatuhnya biji dari tumbuhan Rubiaceae tersebut yang terbawa angin sehingga masuk kedalam
petakan yang kami buat dan akhirnya tumbuh tumbuhan Rubiaceae yang baru.
Sedikitnya tumbuhan Arisemae, Fabaceae, Marsileaceae kemungkinan diakibatkan oleh kondisi fisik kimia
yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman tersebut.
Indeks Simpsons Perlakuan Dibabat dan Dibakar
Perminggu
Ada perbedaan dari tiap minggu dilakukannya pengamatan. Pada minggu pertama
belum terlihat banyak tanaman yang tumbuh, tapi pada minggu kedua sudah banyak
jenis tanaman yang tumbuh. Proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah
secara teratur disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi
lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan
sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks. Dikatakan bahwa dalam
tingkat klimaks ini komunitas telah mencapai homeostatis. Ini dapat diartikan
bahwa komunitas sudah dapat mempertahankan kestabilan internalnya sebagai
akibat dari tanggap (response) yang terkoordinasi dari komponen-komponennya
terhadap setiap kondisi atau rangsangan yang cenderung mengganggu kondisi atau
fungsi normal komunitas. Jadi bila suatu komunitas telah mencapai klimaks,
perubahan yang searah tidak terjadi lagi, meskipun perubahan-perubahan internal
yang diperlukan untuk mempertahankan kehadiran komunitas berlangsung secara
sinambung organisme individu atau populasi yang
terbentuk sebagai kumpulan populasi spesies dalam daerah tertentu, yang
membentuk suatu komunitas, suatu komunitas dapat berada dalam berbagai ukuran,
misalnya komunitas hutan besar, laut atau komunitas kayu busuk.
Para ahli tumbuhan dan hewan memerikan
komunitas secara beragam. Semua definisi komunitas memiliki pandangan tertentu
secara umum. Ini adalah beberapa spesies hadir dalam daerah yang sama
dimungkinkan untuk mengenali satu jenis komunitas karena kelompok spesies yang
sama dengan komposisi kurang lebih tetap hadir dalam ruang dan waktu; komunitas
cenderung menciptakan kestabilan dinamis. Setiap gangguan cenderung diatur oleh
aturan sendiri. Iklim merupakan faktor penentu dalam proses menuju klimaks.
Adakalanya vegetasi terhalang untuk mencapai klimaks karena beberapa faktor
selain iklim, misalnya ada perubahan tipe tanah, dipakai untuk penggembalaan
hewan, terbakar, dan lain-lain. Dengan demikian, vegetasi dalam tahap perkembangan
yang tidak sempurna (tahap sebelum klimaks yang sebenarnya), baik oleh faktor
alam atau buatan. Keadaan ini disebut subklimaks. Komunitas tanaman subklimaks
akan cenderung untuk mencapai klimaks sebenarnya jika faktor-faktor penghalang
atau penghambat di hilangkan. Laju pertumbuhan populasi dan komposisi spesies
berlangsung dengan cepat pada fase awal suksesi, kemudian menurun pada
perkembangan berikutnya. Kondisi yang
membatasi laju pertumbuhan populasi dan komposisi spesies pada tahap berikutnya
adalah faktor lingkungan yang kurang cocok untuk mendukung kelangsungan hidup
permudaan jenis-jenis tertentu. (Marsono dan Sastrosumarto, 1981). Suksesi
terjadi melalui beberapa tahap nudasi, invasi, reaksi, stabilitas dan klimaks.
Nudasi adalah proses pembentukan terjadinya wilayah/ daerah gundul baru. Invasi
adalah datangnya/ kemunculan bakal kehidupan bermacam-macam organisme dari
suatu daerah ke daerah yang baru dan menetap didaerah tersebut. Invasi
dikatakan sempurna jika telah dapat berubah dan dikatakan sempurna bila telah
adanya penyesuaian dn agregasi. Selanjutnya setiap organisme akan bersaing dan
berusaha memodifikasikan lingkungan dalam wilayahnya agar mereka dapat bertahan
hidup. Tingkat terakhir dari proses suksesi adalah ketika komunitas tersebut
stabil. Sehingga dari hasil pengamatan, dapat diketahui dari minggu pertama
hingga minggu ke empat pengamatan
selalu mengalami kenaikan/ peningkatan jumlah dan jenis individu yang tumbuh.
Jadi, dalam percobaan mengalami adanya perubahan. Suksesi ini berarti proses
yang terjadi secara terus menerus yang ditandai oleh perubahan vegetasi, tanah,
iklim dimana proses ini terjadi. Suksesi ini berlangsung karena habitat tempat
tumbuh tumbuhan mengalami modifikasi oleh beberapa daya kekuatan alam dan
aktivitas organisme hidup berupa perubahan – perubahan terhadap tanah, air,
kimia dan lain – lain. Kecepatan proses suksesi dipengaruhi oleh beberapa
faktor berikut : 1. Luas komunitas asal yang rusak karena gangguan. 2.
Jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu. 3.
Kehadiran pemencar benih. 4. Iklim, terutama arah dan kecepatan angin yang membantu
penyebaran biji, spora dan benih serta curah hujan. 5. Jenis substrat baru yang
terbentuk 6. Sifat – sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya
suksesi (Finnegan, 1996)
Kesimpulan
dari penelitian mengenai suksesi ini adalah suksesi dengan perlakuan dibabat
dan dibakar termasuk suksesi sekunder. Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi
sekunder adalah
Luas komunitas asal yang rusak
karena gangguan, jenis-jenis
tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu, kehadiran pemencar benih, iklim, terutama arah dan kecepatan
angin yang membantu penyebaran biji, spora dan benih serta curah hujan, jenis substrat baru yang terbentuk dan sifat – sifat jenis tumbuhan yang ada
di sekitar tempat terjadinya suksesi.
UCAPAN
TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk melakukan praktikum ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
Mardiansyah, M.Si dan Dina Anggraini, S.Si selaku dosen yang telah membimbing
saya dalam praktikum ini, Herwandi selaku assisten dan kepada Azkiya, Rima,
Annisa, Gita, Arman dan Udi yang telah membantu praktikum ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Arief,
Arifin. 1994. Hutan, Hakikat dan Pengaruhnya
terhadap Lingkungan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Clements
F. E. 1916. Plant Succession.
Carnegie Institute Washington Publisher, Washington.
Daniel,
Theodore. W, John. A. Helms, Frederick S. Baker, 1978, Prinsip-Prinsip Silvikultur (Diterjemahkan oleh Dr. Ir. Djoko
Marsono, 1992), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
del
Moral R. & D. M. Wood. 1993. Early
primary succession on the volcano Mount St. Helens. Journal of Vegetation
Science 4: 223-34.
del
moral R. & L. C. Bliss. 1993. Mechanisms
of Primary Succession- Insights Resulting from the Eruption of Mount St-Helens.
Advances in Ecological Research 24: 1-66.
del
Moral R. 2000. Succession and local
species turnover on Mount. St. Helens, Washington. Acta Phytogeogr. Suec.
85: 51-60.
Emrich
Anette, Benno Pokorny, Dr, Cornelia Sepp. 2000 Relevansi Pengelolaan Hutan Sekunder Dalam Kebijakan Pembangunan
(Penelitian Hutan Tropika). Deutsche Gesellschaft Für Technische
Zusammenarbeit (Gtz) Gmbh Postfach 5180 D-65726 Eschborn
Finegan
B. 1984. Forest succession. Nature
312: 109-14.
Finnegan
B. 1996. Pattern and process in
neotropical secondary rain forests: The first 100 years of succession.
Trends in Ecology and Evolution 11: 119-24.
Hartman
K. M. & B. C. McCarthy. 2008. Changes
in forest structure and species composition following invasion by a
non-indigenous shrub, Amur honeysuckle (Lonicera maackii). Journal of the
Torrey Botanical Society 135: 245-59.
Luken
J. O. 1990. Directing ecological
succession. Chapman and Hall, London.
Marsono,
Dj 1991. Potensi dan Kondisi Hutan Hujan
Tropika Basah di Indonesia. Buletin Instiper Volume.2. No.2. Institut
Pertanian STIPER. Yogyakarta.
Pena
C.-M. 2003. Changes in Forest Structure
and Species Composition during Secondary Forest Succession in the Bolivian
Amazon. Biotropica 35: 450-61.
Schindele,
W. 1989. Investigation of the steps
needed to rehabilitate the areas of East Kalimantan seriously affected by fire.
Spencer
D. R., J. E. Perry & G. M. Silberhorn. 2001. Early Secondary Succession in Bottomland Hardwood Forests of
Southeastern Virginia. Environmental Management 27: 559–70.
LAMPIRAN
Tabel 1.
Perlakuan Sebelum Dibakar
Tabel 2.
Perlakuan Setelah Dibakar
Tabel 3.
Perlakuan Sebelum Dibabat
Tabel 4.
Perlakuan Setelah Dibabat
Tabel 5.
Komposisi Tumbuhan
Famili
|
jumlah individu
|
Acanthaceae
|
211
|
Amaranthaceae
|
452
|
Arisaemae
|
1
|
Asteraceae
|
5
|
Bruceae
|
3
|
Buxaceae
|
34
|
Cyperaceae
|
8
|
Euphorbiaceae
|
12
|
Fabaceae
|
1
|
Malfaceae
|
146
|
Marsileaceae
|
1
|
Oxalidaceae
|
19
|
Phyllanthaceae
|
3
|
Poaceae
|
206
|
Primulaceae
|
23
|
Ranunculaceae
|
7
|
Rubiaceae
|
609
|
Sapindaceae
|
2
|
Simaroubaceae
|
17
|
Verbenaceae
|
2
|
Grand Total
|
1762
|
Tabel 6.
Indeks Simpsons Perminggu
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
0 komentar:
Posting Komentar