Mengenai Saya
- Aldha Rizki Utami
- Bogor, Jawa Barat, Indonesia
- just an ordinary girl with complicated mind.
Diberdayakan oleh Blogger.
Entri Populer
-
A. Pendahuluan Prokariota : organisme bersel tunggal yang merupakan bentuk paling awal dan paling primitif pada kehidupan di bumi, yang d...
-
LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA DASAR “TEORI PELUANG DAN UJI KHI-KUADRAT (Chi-Square Test) ” Dosen : Dasumiati M.Si Tanggal Praktikum : S...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percobaan isolasi DNA tanaman dan hewan perlu dilakukan karena isolasi DNA sendiri merupakan t...
-
PENGENALAN ALAT Aldha Rizki Utami 1) , Gita Najla Aldila 1) , Arman Gaffar 1) , Rima Suciyani 1) , Azkiya Banata 1) , Annisa Maulida 1...
-
I. Pendahuluan § Dinding sel hanya terdapat pada sel tumbuhan. § Sebagian besar isi dari sel berupa air. Tekanan air/ ...
-
EKOSISTEM TERESTRIAL Aldha Rizki Utami 1) , Gita Najla Aldila 1) , Arman Gaffar 1) , Rima Suciyani 1) , Azkiya Banata 1) , Annisa Maulid...
-
TANAH DAN DEKOMPOSISI Aldha Rizki Utami 1) , Gita Najla Aldila 1) , Arman Gaffar 1) , Rima Suciyani 1) , Azkiya Banata 1) , Annisa M...
-
A. Batasan Pengertian · Eukariotik : eu = “sebenarnya” ; karion = nukleus. · Sel Eukariotik : sel yang memil...
-
SUKSESI Aldha Rizki Utami 1) , Gita Najla Aldila 1) , Arman Gaffar 1) , Rima Suciyani 1) , Azkiya Banata 1) , Annisa Maulida 1) ,...
-
Bagi pecinta film drama romantis wajib nonton film ini. Dijamin gak akan nyesel karena film ini ngajarin kalo cinta itu mengajarkan kita ...
Pengikut
Facebookku
Sabtu, 08 Juni 2013
LAPORAN PRAK EKTER STRUKTUR DAN KOMPOSISI MAKROFAUNA TANAH SEBAGAI BIOINDIKATOR KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN
08.56
| Diposting oleh
Aldha Rizki Utami
STRUKTUR
DAN KOMPOSISI MAKROFAUNA TANAH SEBAGAI BIOINDIKATOR KEANEKARAGAMAN JENIS
TUMBUHAN
Aldha Rizki Utami1), Gita
Najla Aldila1), Arman Gaffar1), Rima Suciyani1),
Azkiya Banata1), Annisa Maulida1), Udi Rafiudin1)
Mardiansyah, M.Si2), Dina Anggraini, S.Si2)
Muhammad Fazri Hikmatyar3)
1)Mahasiswa Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2)Dosen Praktikum Ekologi Terestrial
3)Assisten Praktikum Ekologi Terestrial
E-mail: aldharizki@gmail.com
17 April 2013
ABSTRACT
This observation aims to find out how to perform
sampling on plant community, identify the type of plant on site sampling,
measuring the diversity of plant species in the sampling location, measure the
health factors of soil, soil fauna diversity and knowing the relationship
between the causal factors of soil health with diversity of fauna. Observations
of terrestrial biodiversity community has done to get the results that are
presented in the form of tables and the data analyzed with different Diversity
Index (H’, D, , λ , N1, N2, and E). Based on table 1. Plant species Diversity index
value on the observation plot measuring 2 m x 2 m belongs to medium-high. The
plant species diversity of medium-high this was likely
caused by biotic and abiotic constraints that support plant life itself.
Observations of the Bioindicator land plot
observations of 30 cm x 30 cm to get the results that have been analyzed with
the index Simpson (λ) and the Shannon-Wiener Index (λ) are
presented in table 2. Based on table 2. The value of diversity Index of Makrofauna
with the Shannon-Wiener was very low because the
value of H’ and λ the value
of 0.49 and the dominance of makrofauna was the
dominance of most termites high i.e. 0.3. The Simpson index value (λ) based on table 2. belongs to the medium. Observation on the
relationship of soil makrofauna with plant species diversity obtained data
presented in the form of a histogram can be seen in Picture 3. The relationship H’ Makrofauna H’ soil and Plants based on Figure 3. the higher the value of H’ makrofauna land then the higher was also the
curve on the value of H’ plants. The value of H' plants are top with a value of H’ 1,454 and
value of H’ makrofauna of 0.67.
Observations of the galore types of makrofauna to get the results that are
presented in the form of histograms, can be seen in Picture 4 based on Picture 4. The family of
animals most frequently found is the family of annelids which is an earthworm
with an individual quantity of 16. While the fewest are the lice, termites,
crustaceae, centipedes and larvæ mollusca with a number of individuals 1. An
observation that has been done this conclusions may be drawn that is the
diversity of species of plants strongly influenced by bioindikator the ground (
makrofauna soil ). Makrofauna the ground is very influential and can be used as
bioindikator health / soil fertility. Factors that affect the health of the
land was the texture of land, hara, the availability of aëration, and the
ability to bind the ground. Viewed as the living space, land where factors, in
addition to physical and chemical life jasad-jasad makro and micro in the
ground should be able to support plant life. All the components interact and
interconnected form their own ecosystem terrestrial good for living things.
Keywords:
community terrestrial, biodiversity, bioindicator land, the diversity
of species, land macrofauna
ABSTRAK
Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui cara melakukan sampling pada
komunitas tumbuhan, mengidentifikasi jenis tumbuhan di lokasi sampling,
mengukur keanekaragaman jenis tumbuhan di lokasi sampling, mengukur
faktor-faktor kesehatan tanah, mengetahui keanekaragaman fauna tanah dan
mengetahui hubungan sebab akibat antara faktor kesehatan tanah dengan
keanekaragaman fauna. Pengamatan biodiversitas komunitas terestrial yang sudah
dilakukan mendapatkan hasil yang disajikan dalam bentuk tabel dan data
dianalisis dengan Indeks Keanekaragaman yang berbeda-beda (H’, D, λ, N1,
N2 dan E). Berdasarkan tabel 1. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis
Tumbuhan pada plot pengamatan yang berukuran 2 m x 2 m tergolong sedang-tinggi.
Keanekaragaman jenis tumbuhan yang sedang-tinggi ini kemungkinan disebabkan
oleh faktor biotik dan abiotik yang mendukung kehidupan tumbuhan itu sendiri.
Pengamatan Bioindikator tanah pada plot pengamatan 30 cm x 30 cm mendapatkan
hasil yang telah dianalisis dengan Indeks Simpson (λ) dan Indeks Shannon-Wiener
(H’) yang disajikan dalam bentuk tabel 2. Berdasarkan tabel 2. Nilai
keanekaragaman jenis Makrofauna dengan Indeks Shannon-Wiener tergolong sangat rendah
karena nilai H’ < 1 yaitu 0,49 dan nilai dominansi jenis makrofauna adalah
rayap dengan nilai dominansi paling tinggi yaitu 0,3. Nilai Indeks Simpson (λ) berdasarkan tabel 2.
tergolong sedang. Pada pengamatan hubungan makrofauna tanah dengan keanekaragaman
jenis tumbuhan didapatkan data yang disajikan dalam bentuk histogram yang dapat
dilihat pada Gambar 3. Hubungan H’ Makrofauna Tanah dan H’ Tumbuhan berdasarkan
Gambar 3. semakin tinggi nilai H’ makrofauna tanah maka semakin tinggi juga
kurva pada nilai H’ tumbuhan. Nilai H’ tumbuhan berada paling atas dengan nilai
sebesar 1,454 dan nilai H’ makrofauna sebesar 0,67. Pengamatan kelimpahan jenis
makrofauna mendapatkan hasil yang disajikan dalam bentuk histogram, dapat
dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4. Famili hewan yang paling banyak
ditemukan adalah Famili Annelida yaitu cacing tanah dengan jumlah individu 16.
Sedangkan yang paling sedikit adalah kutu, rayap, crustaceae, larva kelabang
dan mollusca dengan jumlah individu 1. Pengamatan yang telah dilakukan ini
dapat ditarik kesimpulan yaitu keanekaragaman jenis tumbuhan sangat dipengaruhi
oleh bioindikator tanah (makrofauna tanah). Makrofauna tanah sangat berpengaruh
dan dapat dijadikan sebagai bioindikator kesehatan/ kesuburan tanah. Faktor yang
mempengaruhi kesehatan tanah adalah tekstur tanah, ketersediaan hara, aerasi, dan kemampuan mengikat tanah. Tanah dipandang sebagai tempat kehidupan,
dimana selain faktor fisik dan kimia, kehidupan jasad-jasad makro dan mikro di
dalam tanah harus mampu mendukung kehidupan tanaman. Semua komponen tersebut berinteraksi dan saling
berkaitan membentuk ekosistem terestrial yang baik bagi makhluk hidup.
Kata kunci : Komunitas terestrial, biodiversitas, biondikator tanah,
keanekaragaman jenis, makrofauna tanah
PENDAHULUAN
Komunitas terestrial adalah kelompok organisme
yang terdapat di pekarangan, di hutan, di padang rumput, di padang pasir, dan
lain-lain. Biodiversitas pada komunitas terestrial dapat dijadikan sebagai
tolak ukur mengenai kondisi suatu ekosistem terestrial. Pada komunitas terestrial
juga terdapat bioindikator tanah yaitu makrofauna tanah. Makrofauna tanah
disini berperan penting dalam membuat kondisi tanah layak untuk tumbuhan.
Contohnya menyuburkan tanah, menggemburkan tanah dan sebagai detrivor atau
organisme pengurai. Komponen makrofauna ini bila dilihat dari perannya berperan
sangat penting bagi ekosistem terestrial. Bila salah satu komponen ini
terganggu maka akan mempengaruhi keberadaan komponen lainnya. Hal ini ditegaskan oleh Berryman (1986), yang
menyebutkan bahwa makrofauna berperan penting dalam proses suksesi dan menjaga
kestabilan ekosistem terestrial.
Ekosistem terestrial tidak boleh rusak karena
ekosistem ini yang akan menunjang kehidupan manusia, seperti daerah penyimpan
air dan juga sebagai habitat banyak makhluk hidup. Maka sudah sewajarnyalah
fungsi itu tetap kita pertahankan setinggi mungkin. (Cox, 1972)
Makrofauna tanah merupakan bagian dari
keanekaragaman hayati yang diduga mengalami penurunan yang tajam sebagai akibat
dari pencemaran lingkungan pada tanah. Oleh karena itu adanya pencemaran mempengaruhi
keadaan lingkungan pada umumnya dan keanekaragaman makrofauna tanah pada
khususnya. Makrofauna tanah memiliki arti penting pada ekosistem terestrial.
Pada ekosistem pertanian, makrofauna tanah berperan dalam pemeliharaan sifat
fisika, kimia dan biologi tanah, terutama sebagai dekomposer dan ‘soil engineer’ sehingga dapat
meningkatkan produktivitas suatu tumbuhan. (Makalew, 2001).
Penurunan keanekaragaman makrofauna tanah mngakibatkan
terjadinya perubahan keseimbangan komunitas sehingga dapat menimbulkan
dominansi spesies-spesies tertentu yang umumnya berpotensi sebagai hama tanaman
(Fragoso et al., 1997; Baker, 1998).
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui cara
melakukan sampling pada komunitas tumbuhan, mengidentifikasi jenis tumbuhan di
lokasi sampling, mengukur keanekaragaman jenis tumbuhan di lokasi sampling,
mengukur faktor-faktor kesehatan tanah, mengetahui keanekaragaman fauna tanah
dan mengetahui hubungan sebab akibat antara faktor kesehatan tanah dengan
keanekaragaman fauna.
MATERI
DAN METODE
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal
10 April 2013 mulai pukul 13.00 – 16.00 WIB di Semanggi, Ciputat dan analisis
data dilakukan di PLT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Metode yang digunakan adalah analisis vegetasi
pada pengamatan biodiversitas komunitas terstrial dan metode hand sorting pada pengamatan bioindikator tanah.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
tali rafia, patok, label, alat ukur/ meteran, pH indikator, soil tester,
termometer tanah, luxmeter, sekop
atau cangkul, pisau, plastik atau botol sampel dan pinset. Bahan yang digunakan meliputi faktor
biotik (suhu, intensitas cahaya, tanah) dan abiotik yang akan diukur (fauna
tanah dan tumbuhan)
Prosedur Kerja
Biodiversitas Komunitas Terestrial
Pertama yang dilakukan
adalah ditentukan lokasi sampling, lalu dibuat plot dengan ukuran 2 m x 2 m pada
tali rafia kemudian dibuat menyilang. Tali rafia diikatkan pada patok. Dibuat
plot kecil dalam plot besar dengan ukuran 30 cm x 30 cm. Ditandai tiap plot
lalu dihitung tumbuhan apa saja yang terdapat pada plot, kemudian dicatat jenis
tumbuhan, jumlah individu tumbuhan dan diidentifikasi tumbuhan tersebut.
Setelah semua jenis tumbuhan dihitung dan diidentifikasi, diukur faktor fisik
pada plot meliputi intensitas cahaya, suhu udara, suhu tanah, pH tanah dan
kelembaban tanah. Setelah data didapatkan kemudian dianalisis dengan indeks
Shannon-Wiener, Simpsons, Hill’s 1 dan 2 dan Margalef.
Biondikator Tanah
Pada pengmatan
bioindikator tanah dibuat lubang dengan kedalaman 30 cm pada plot kecil yang
berukuran 30 cm x 30 cm. Lubang dibuat menggunakan cangkul atau sekop. Setiap
organisme/ hewan tanah yang terlihat dicatat dan diidentifikasi. Data yang
didapatkan kemudian dianalisis dengan rumus Indeks Shannon-Wiener dan Indeks Simpson.
Analisis Data
Pada praktikum ini data yang didapatkan disajikan
dalam bentuk grafik dan tabel. Analisis data yang digunakan untuk menghitung
indeks Keanekaragaman Jenis pada Biodiversitas Komunitas Terestrial adalah
dengan Indeks Margalef (D), Indeks Shannon-Wiener (H’), Indeks Mc Artur (N1),
Indeks Hill’s (N2), Indeks Evennes (E).
D = (S -1)/ ln N
H’ = (S – 1)/ln N
N1 = eH’
N2 = 1/ λ
Keterangan : ni = Jumlah jenis ke-i
S = Jumlah jenis
N = Jumlah individu seluruh jenis
Pi = Proporsi antara jumlah individu
jenis ke-i dengan jumlah individu seluruh jenis.
Pada bioindikator tanah analisis data dilakukan dengan Indeks
Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Simpson (S).
H’ = - ∑ (Pi) (log Pi)
S = 1 - ∑ ni (ni-1)/ N(N-1)
Keterangan : D = Dominansi
n = Jumlah individu dari masing-
masing spesies
N = Jumlah total individu dari semua
spesies
HASIL
Pengamatan struktur dan
komposisi makrofauna tanah sebagai bioindikator keanekaragaman jenis tumbuhan ini
mendapatkan hasil yang disajikan dalam bentuk grafik dan tabel sebagai berikut.
Tabel 1. Keanekaragaman Jenis
Tumbuhan
Famili
|
Jumlah
individu
|
Indeks
|
Nilai
|
Araceae
|
2
|
H'
|
1,198263
|
Cucurbitaceae
|
52
|
D
|
0,800446
|
Poaceae
|
55
|
E
|
0,744
|
Amarantaceae
|
37
|
N1
|
3,28
|
Asteraceae
|
2
|
N2
|
1,44
|
Total :
|
148
|
Λ
|
0,689
|
Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Jenis Tumbuhan
yang terdapat pada Tabel 1. Keanekaragaman jenis pada berbagai Indeks
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan tergolong sedang-tinggi.
Tabel 2. Keanekaragaman Jenis
Makrofauna
Berdasarkan Tabel 2. Keanekaragaman
jenis makrofauna yang ditemukan tergolong rendah karena nilai H’ < 1 dan
nilai dominansi jenis makrofauna adalah rayap dengan nilai dominansi paling
tinggi yaitu 0,3. Nilai Indeks Simpson (λ) berdasarkan tabel 2. tergolong sedang.
Gambar 3. Hubungan H’ Makrofauna dan
H’ Tumbuhan
Berdasarkan Gambar 3. Semakin tinggi nilai H’
makrofauna tanah maka semakin tinggi juga kurva pada nilai H’ tumbuhan. Nilai
H’ tumbuhan berada paling atas dengan nilai sebesar 1,454 dan nilai H’ makrofauna sebesar 0,67.
Gambar 4. Kelimpahan Jenis
Makrofauna Tanah
Berdasarkan Gambar 4. Famili hewan yang paling
banyak ditemukan adalah Famili Lumbricidae yaitu cacing tanah dengan jumlah
individu 16. Sedangkan yang paling sedikit adalah Aphididae, Achatinidae,
crustaceae, larva, dan Lucanidae dengan jumlah individu 1.
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini
mengamati struktur dan komposisi makrofauna tanah sebagai bioindikator
keanekaragaman jenis tumbuhan. Makrofauna sangat berkaitan dengan biodiversitas
komunitas terestrial yang dilihat disini adalah tumbuhan. Berdasarkan Gambar 3.
Dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai H’ makrofauna maka nilai H’ tumbuhan
juga semakin naik.
Makrofauna tanah adalah
fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang
terdapat di dalam tanah. peranan terpenting dari makrofauna tanah di dalam
ekosistemnya adalah sebagai perombak bahan organik yang tersedia bagi tumbuhan
hijau. makrofauna tanah juga dapat dijadikan sebagai indikator kesuburan tanah.
Semakin subur suatu tanah maka semakin banyak tumbuhan yang hidup dan akan
semakin banyak pula jenisnya (biodiversitas komunitas terestrial) (Foth, 1994).
Peran makrofauna tanah
lainnya adalah dalam perombakan materi tumbuhan dan hewan yang mati, pengangkutan
materi organik dari permukaan ke dalam tanah, perbaikan struktur tanah, dan
proses pembentukan tanah. Dengan demikian makrofauna tanah berperan aktif untuk
menjaga kesuburan tanah atau kesehatan tanah (Adianto, 1993; Foth, 1994).
Salah satu organisme penghuni
tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah adalah fauna
tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat
bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna
tanah. Makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan organik
tanah dalam penyediaan unsur hara. Makrofauna akan merombak substansi nabati
yang mati, kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Secara
umum, keberadaan aneka macam fauna tanah pada tanah yang tidak terganggu seperti
padang rumput, karena siklus hara berlangsung secara kontinyu. Arief (2001), menyebutkan,
terdapat suatu peningkatan nyata pada siklus hara, terutama nitrogen pada
lahan-lahan yang ditambahkan mesofauna tanah sebesar 20%-50%. Mesofauna tanah
akan merombak bahan dan mencampurkan dengan sisa-sisa bahan organik lainnya,
sehingga menjadi fragmen berukuran kecil yang siap untuk didekomposisi oleh
mikrobio tanah (Arief, 2001).
Makrofauna adalah hewan
yang mempunyai ukuran tubuhnya berkisar antara 2 – 20 mm, yang terdiri dari
hebivora (pemakan tanaman), dan karnivor (pemakanhewan kecil). Contohnya
Arthropoda yaitu Crustacea seperti
kepiting, Chilopoda seperti
kelabang, Diplopoda kaki
seribu, Arachnida seperti
labalaba, kalajengking, dan serangga (Insecta),
seperti kelabang, kumbang, rayap, lalat, jangkrik, lebah, semut, serta
hewan-hewan kecil lain yang bersarang dalam tanah (Hanafiah, 2006).
Berdasarkan Tabel 2
Keanekaragaman jenis makrofauna yang terdapat pada plot memiliki nilai H’ yang
tergolong keanekaragaman jenis rendah yaitu 0,493. Nilai H’ bertujuan untuk
mengetahui derajat keanekaragaman suatu ekosistem dalam suatu ekosistem.
Parameter yang menentukan nilai indeks keanekaragaman (H’) pada suatu ekosistem
ditentukan oleh jumlah spesies dan kelimpahan relatif pada suatu komunitas (Sugiyarto,
2003). Rendahnya nilai keanekargaman jenis makrofauna yang rendah ini
kemungkinan diakibatkan pencemaran dan faktor abiotik pada tanah itu sendiri
yang tidak mendukung untuk hidup makrofauna itu sendiri. Keanekaragaman fauna
berperan penting dalam menjaga kestabilan ekosistem, hal ini di pengaruhi oleh
faktor lingkungan, faktor biotik meliputi (tumbuhan dan hewan), faktor abiotik
(antara lain air, tanah, udara, cahaya, dan keasaman tanah) (Dindal, 1990).
Faktor lingkungan berperan sangat penting dalam
menentukan berbagai pola penyebaran fauna tanah. Faktor biotik dan abiotik
bekerja secara bersama-sama dalam suatu ekosistem, menentukan kehadiran,
kelimpahan, dan penampilan organisme.(Purwanti, 2003)
Besarnya indeks dominansi jenis makrofauna pada
lokasi pengamatan tersaji pada Tabel 2. Besarnya indeks dominansi menunjukkan
tingkat dominansi suatu jenis pada suatu tempat. Dominansi jenis makrofauna
yang tertinggi adalah rayap dengan nilai dominansi 0,3, sedangkan nilai
dominansi terendah adalah kelabang dan larva. Rayap adalah serangga sosial
anggota bangsa Isoptera yang dikenal luas sebagai hama penting kehidupan
manusia, meskipun begitu dalam ekosistem terestrial rayap sangat berperan dalam
kesuburan tanah. Rayap bersarang di dan memakan kayu perabotan atau kerangka
rumah sehingga menimbulkan banyak kerugian secara ekonomi. Rayap masih
berkerabat dengan semut, yang juga serangga sosial. Dalam bahasa Inggris, rayap
disebut juga “semut putih” (white ant)
karena kemiripan perilakunya (Elzinga, 1979) Sedikitnya nilai dominansi larva
dan kelabang kemungkinan karena hewan-hewan tersebut hidup pada kedalaman >
30 cm dan adanya faktor pembatas yaitu air, sehingga jumlah yang ditemukan pada
lokasi pengamatan tergolong sedikit. Nilai Indeks Simpson (λ) berdasarkan
tabel 2. sebesar 0,6 dan tergolong sedang menurut Odum, (1975).
Gambar 5. Rayap
(Sumer : antirayap-ravthor.com)
Berdasarkan Gambar 4. Kelimpahan
jenis makrofauna yang tertinggi oleh hewan Famili Lumbricidae yaitu cacing
tanah dengan jumlah individu 16. Selain rayap, cacing (Annelida) juga sangat
berperan dalam menyuburkan tanah. Morfologi cacing tanah adalah cacing yang
tubuhnya beruas-ruas dengan seta di bagian luar tubuhnya. Keunikan ruas pada
cacing ini adalah setiap ruas memiliki morfologi dan anatomi yang sama
sehingga disebut dengan istilah metameri. Cacing disini berperan sebagai
penggembur tanah. Jumlah cacing tanah yang banyak ini disebabkan cacing tanah hidup di habitat
alami, cacing tanah hidup dan berkembang biak dalam tanah. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kehidupan cacing tanah dihabitat alami adalah suhu atau temperatur
tanah yang ideal untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasankokonnya berkisar
antara 15 ºC – 25 ºC. Suhu tanah yang lebih tinggi dari 25 ºC masih cocok untuk
cacing tanah, tetapi harus diimbangi dengan kelembapan yang memadai dan naungan
yang cukup. Oleh karena itu, cacing tanah biasanya ditemukan hidup dibawah
pepohonan atau tumpukan bahan organik. Data faktor fisik yang kami dapatkan
yaitu suhu tanah adalah 23ºC, suhu ini masih baik untuk pertumbuhan cacing
tanah. Kelembapan tanah mempengaruhi pertumbuhan dan daya reproduksi cacing
tanah. Kelembapan tanah yang terlalu tinggi atau terlalu basah dapat
menyebabkan cacing tanah berwarna pucat dan kemudian mati. Sebaliknya bila
kelembapan tanah tarlalu kering, cacing tanah akan segera masuk kedalam tanah
dan berhenti makan serta akhirnya akan mati. Cacing tanah tumbuh dan berkembang
biak dengan baik pada tanah yang bereaksi sedikit asam sampai netral. Keasaman
tanah (pH) yang ideal untuk cacing tanah adalah pH 6 – 7,2. Tanah yang pH-nya
asam dapat mengganggu pertumbuhan dan daya berkembang biak cacing tanah, karena
ketersediaan bahan organik dan unsur hara (pakan) cacing tanah relatif
terbatas. Di samping itu, tanah yang ber pH asam kurang mendukung proses
pembusukan (fermentasi) bahan-bahan organik. Bahan organik umumnya mengandung
protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral, sehingga merupakan pakan
utama cacing tanah. Bahan organik tanah dapat berupa kotoran ternak, serasah
atau daun-daun yang gugur dan melapuk, dan tanaman atau hewan yang mati. Makin
kaya kandungan bahan organik dalam tanah, makin banyak dihuni oleh
mikroorganisme tanah, termasuk cacing tanah. Cacing tanah dapat mencerna bahan
organik seberat badannya, bahkan mampu memusnahkan bahan organik seberat 2 kali
lipat berat badannya selama 24 jam. Oleh karena itu, cacing tanah yang hidup
dalam tanah yang kaya bahan organik dapat berfungsi sebagai pemusnah bahan
organik (dekomposer), dan kascingnya berguna untuk pupuk organik
penyubur tanah (Elzinga, 1979)
Gambar 6. Cacing tanah
(Sumber : gurungeblog.wordpress.com)
Gambar 4. menunjukkan
Famili hewan yang paling banyak ditemukan adalah Famili Lumbricidae yaitu
cacing tanah dengan jumlah individu 16. Sedangkan yang paling sedikit adalah
Aphididae, Achatinidae, crustaceae, larva, dan Lucanidae dengan jumlah individu
1. Sedikitnya jumlah makrofauna dengan jumlah individu 1 ini kemungkinan
disebabkan adanya faktor pemabatas. Faktor pembatas disini berupa air, setiap
digali tanah pada plot selalu keluar air. Ini disebabkan karena lokasi
pengamatan terletak dekat dengan sungai yang hanya berjarak beberapa meter saja
dari plot pengamatan.
Berdasarkan Tabel 1. Keanekaragaman jenis
tumbuhan, nilai keanekaragamannya tergolong sedang dengan nilai H’ sebesar
1,19. Data hasil biodiversitas komunitas terestrial yang dilakukan maka indeks kemerataan
jenis (E) pada berbagai jenis pertumbuhan di lokasi pengamatan disajikan dalam
Tabel 1. Menurut Indeks keanekaragaman
Shannon Wienner dijelaskan dengan pendekatan indeks kemerataan Evenness (E)
yang besarnya antara 0–1 (Ludwig & Reynold, 1988). Indeks kemerataan
menggambarkan tingkat kemerataan populasi suatu jenis tumbuhan yang diperoleh
dengan membagi nilai keanekaragaman dengan jumlah jenis yang ditemukan. Indeks
kemerataan jenis tumbuhan di lokasi pengamatan tergolong cukup merata dengan
nilai E sebesar 0,744. Bila nilai
indeks kemerataan tinggi, menandakan kandungan setiap taxon (jenis) tidak
mengalami perbedaan.
Data hasil biodiversitas komunitas terestrial yang dilakukan maka indeks keanekaragaman
jenis tumbuhan / Margallef (D) pada berbagai jenis tumbuhan di lokasi
pengamatan disajikan dalam Tabel 1. Dilihat dari nilai D maka keanekaragaman
jenis tumbuhan pada lokasi pengamatan tergolong rendah dengan nilai D sebesar
0,8. Menurut Jorgensen (2005), nilai D > 2,5 menunjukkan keanekaragaman
jenis tumbuhan pada plot pengamatan tergolong rendah.
Indeks Mc Artur dan Indeks Hill’s
(N1 dan N2) berdasarkan Tabel 1. Masing-masing mempunyai nilai sebesar 3,28 dan
1,44. N2 adalah jumlah species yang paling melimpah dan N1 adalah jumlah
species yang melimpah (N1 selalu diantara N0 dan N2). Nilai N2 yang > 1 ini
menunjukkan bahwa melimpahnya/ keanekaragaman jenis tumbuhan di lokasi
pengamatan tergolong melimpah. Nilai N1 umumnya memang lebih besar dari N2 dan
ini menunjukkan hal yang sama seperti halnya N2, yaitu keanekaragaman jenis
tumbuhan di daerah tersebut tergolong melimpah.
Indeks Simpson (λ) pada tabel 1.
Mempunyai nilai 0,68. Berdasarkan kriteria untuk tumbuhan, apabila indeks
keanekaragaman Simpson lebih kecil dari 0,6, menunjukkan bahwa telah terjadi
perturbasi (gangguan) terhadap kehidupan tumbuhan (Odum, 1995). Faktor utama
yang mempengaruhi jumlah organisme, keragaman jenis dan dominansi antara lain
adanya perusakan habitat alami seperti pengkonversian lahan, pecemaran kimia
dan organik, serta perubahan iklim (Sari, 2003). Nilai Indeks Simpson (λ) tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman
tumbuhan di lokasi pengamatan tergolong sedang.
Menurut Indeks Keanekaragaman yang
sudah dianalisis, semua Indeks menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis tumbuhan
di lokasi pengamatan yaitu Semanggi tergolong rendah-tinggi. Keanekaragaman
jenis tumbuhan yang tergolong sedang-tinggi ini didukung oleh faktor biotik dan
abiotik yang ada, seperti intensitas cahaya, kelembaban tanah, suhu udara, suhu
tanah, pH tanah dan makrofauna sebagai organisme pengurai yang dapat menyuburkan
tanah. Faktor yang sangat
berpengaruh pada kesehatan dan kesuburan tanah adalah tekstur tanah,
ketersediaan hara, aerasi, dan kemampuan mengikat tanah. Sedangkan ditinjau dari sudut kesehatan tanah, tanah dipandang sebagai tempat
kehidupan, dimana selain faktor fisik dan kimia seperti tersebut di atas,
kehidupan jasad-jasad makro dan mikro di dalam tanah harus mampu mendukung
kehidupan tanaman.
Kesimpulan dari pengamatan ini adalah keanekaragaman
jenis tumbuhan sangat dipengaruhi oleh bioindikator tanah (makrofauna tanah).
Makrofauna tanah sangat berpengaruh dan dapat dijadikan sebagai bioindikator
kesehatan/ kesuburan tanah. Faktor yang mempengaruhi kesehatan tanah adalah tekstur tanah, ketersediaan hara, aerasi, dan
kemampuan mengikat tanah. Tanah dipandang sebagai tempat kehidupan, dimana selain faktor fisik dan
kimia, kehidupan jasad-jasad makro dan mikro di dalam tanah harus mampu
mendukung kehidupan tanaman. Semua
komponen tersebut berinteraksi dan saling berkaitan membentuk ekosistem terestrial
yang baik bagi makhluk hidup.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT
yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan praktikum ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Mardiansyah, M.Si dan Dina Anggraini,
S.Si selaku dosen yang telah membimbing saya dalam praktikum ini, serta
Muhammad Fazri Hikmatyar selaku assisten dan kepada Azkiya, Rima, Annisa, Gita,
Arman dan Udi yang telah membantu praktikum ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adianto, 1992. Biologi Pertanian.
Alumni. Bandung.
Arief, A. 2001. Hutan Dan Kehutanan. Kanisius. Jakarta. 179 hal.
Baker GH. 1998. Recognising and responding to the influences of agriculture and other
land use practices on soil fauna in Australia. App.Soil Ecol. 9,303-310.
Berryman, Alan A. 1986. Population Problems a General Introduction.
Plenus Press. New York. Giller, K. E,
Handayanto, E. Cadisch, G. and. 1997. Regulating And Mineralization from Plant
Residues by Manipulation of Quality. In: Driven by Nature: Plant Litter Quality
and Decomposition. K.E. Giller and G. Cadisch (eds). CAB International,
Walingford, Oxon, UK. pp 175-185.
Cox, G.W. 1972. Laboratory
Mannual of General Ecology. Iowa: WMC Brown Company Publishers.
Dindal, D.L. (Ed.) 1990. Soil
Biology Guide. New York: John Wiley & Sons.
Elzinga, R.J. 1978. Fundamentals
of Entomology. New Delhi: Prentice Hall of India.
Foth, 1994. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Erlangga, Jakarta. 368 Hal.
Fragoso, C., G.G. Brown, J.C.
Patron, E. Blanchart, P. Lavelle, B. Pashanasi, B. Senopati, and T. Kumar.
1997. Agricultural. Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.
Giller KE, Beare MH, Lavelle P, Izac
AMN, Swift MJ. 1997. Biology of
Springtails. New York (US): Oxford University. Press.
Hanafiah. A, Napoleon. A. dan
Ghosfar. N. 2003. Biologi Tanah. Ekologi
dan Makrobiologi Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Ludwig, J. A., and J. F. Reynolds.
1988. Statistical Ecology A Primer on
Methods and Camputing, John Wiley & Sons, New York.
Maftu’ah, E., E. Arisoesiloningsih
dan E. Handayanto. 2002. Studi potensi
diversitas makrofauna sebagai bioindikator kualitas tanah pada beberapa
penggunaan lahan. Biosain 2: 34-47.
Makalew, A.D.N. 2001. Keanekaragaman
Biota Tanah pada Agroekosistem Tanpa Olah Tanah.
Odum, Eugene P. 1995. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Purwanti. 2003. Diversitas
Makrofauna Tanah pada Berbagai Jenis dan Kombinasi Tanaman Sela di Bawah
Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) di RPH
Jatirejo, Kediri. [Skripsi]. Surakarta: Jurusan Biologi, FMIPA UNS
Sari, S.G., E.A. Soesiloningsih dan
A.S. Leksono. 2003. Peningkatan
diversitas fauna tanah kritis berkapur di lahan jagung melalui sistem
tumpangsari DAS Brantas Kabupaten Malang. Prosiding Lokakarya Nassional
Pertanian Organik, Malang 7-9 Oktober 2002.
Sugiyarto, Y. Sugito, E. Handayanto,
dan L. Agustina. 2003. Pengaruh sistem
penggunaan lahan hutan terhadap diversitas makroinvertebrata tanah di RPH
Jatirejo, Kediri, Jawa Timur. BioSMART 4(2): 66-69.
Sumber Gambar : antirayap-ravthor.com
gurungeblog.wordpress.com
LAMPIRAN
Tabel 1. Makrofauna pada semua plot
pengamatan
Tabel 2. Makrofauna pada plot
pengamatan seluruh plot pengamatan
Tabel 3. Faktor Fisik
Tabel 4. Jumlah Seluruh Jenis
Tumbuhan pada seluruh plot
Tabel 5. Keanekaragaman jenis
tumbuhan
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
0 komentar:
Posting Komentar