PENGENALAN
ALAT
Aldha
Rizki Utami1), Gita Najla Aldila1), Arman Gaffar1),
Rima Suciyani1), Azkiya Banata1), Annisa Maulida1),
Udi Rafiudin1)
Mardiansyah,
M.Si2), Dina Anggraini, S.Si2)
Herwandi3)
1)Mahasiswa Prodi
Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2)Dosen Praktikum
Ekologi Terestrial
3)Assisten
Praktikum Ekologi Terestrial
arizuta@yahoo.com
20 Maret 2013
ABSTRACT
The introduction of a tool is the most basic thing
for a study. Although it is very basic but very important to be known by
researchers. Tools for measuring the physical factor is useful in order to
support and strengthen the data obtained. Practical aims to find out the
function, how it works and working principles of a device used for measuring
physical factors in Terrestrial Ecology. The introduction of Terrestrial
Ecology tools is very important for observers, so that the observers were able
to use and understand the workings of the tool. This research using GPS,
thermometer, anemometer, land soil tester, sieve, multilevel lux meter, and
klinometer. The GPS function to determine and find out the position of the
satellites transmits the dengsn rely on the signal. Soil thermometer serves as
a tool to measure the temperature of the soil. Anemometer for measuring wind
speed function. Soil tester serves to measure and know the pH and soil
moisture. Multilevel function to determine the size of the land by way of
sifted. Lux meter serves to measure the intensity of light on a place.
Klinometer function to measure the height of the tree. Each tool is used to get
the data of the physical factors and to find out how it works, functions and
working principles of the tool. From the results of research can be drawn the
conclusion that each tool functions, ways of working and different working
principles and each tool has an important function to support research data.
Key words:
Terrestrial Ecology, ecology tools, physical factors, the principle function of
work tools.
PENDAHULUAN
Pembahasan
ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen
penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktora biotik antara lain suhu,
air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk
hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga
berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu
populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu
sistem yang menunjukkan kesatuan. Praktikum ekologi berbeda dengan praktikum
lain di bidang studi Biologi. Ekologi merupakan ilmu lapangan dimana mahasiswa
dituntut untuk melakukan pengamatan dan percobaan di luar ruangan (Resosoedarmo,
1986).
Ekologi
merupakan ilmu yang mempelajari tentang hubungan makhluk hidup dengan
lingkungannya. Dalam hal ini ruang lingkup pengamatan ekologi lebih banyak di
lingkungan. Berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan
suatu makhluk akan di amati.
Untuk pengamatan tersebut diperlukan alat-alat. Alat - alat yang digunakan dalam ekologi mempunyai fungsi dan cara kerja yang berbeda. Oleh karena itu perlu adanya pengenalan alat-alat yang meliputi fungsi atau kegunaan alat, cara pemakaian dan prinsip kerja. Sehingga ketika praktikum di lapangan mahasiswa mampu menggunakan alat-alat dengan benar dan tepat. Kesesuaian dan cara pemakaian alat akan sangat berpengaruh pada data yang diambil (Wirakusumah, 2003).
Untuk pengamatan tersebut diperlukan alat-alat. Alat - alat yang digunakan dalam ekologi mempunyai fungsi dan cara kerja yang berbeda. Oleh karena itu perlu adanya pengenalan alat-alat yang meliputi fungsi atau kegunaan alat, cara pemakaian dan prinsip kerja. Sehingga ketika praktikum di lapangan mahasiswa mampu menggunakan alat-alat dengan benar dan tepat. Kesesuaian dan cara pemakaian alat akan sangat berpengaruh pada data yang diambil (Wirakusumah, 2003).
Alat
yang dipakai dalam praktikum ini berbeda dengan praktikum lainnya, antara lain soil tester, termometer, klinometer, light meter/lux meter, GPS, anemometer,
saringan bertingkat dan lain-lain.
Praktikum
ini dilakukan di daerah Semanggi, Ciputat. Pemilihan lokasi praktikum
dipertimbangkan berdasarkan lokasi yang tidak terlalu jauh dari kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan untuk mengefisienkan waktu. Praktikum pengenalan alat
ini adalah hal yang mendasar dalam praktikum ekologi terestrial tapi sangat
penting bagi peneliti/ praktikan untuk kedepannya.
Tujuan
dari praktikum adalah untuk mengetahui fungsi, cara kerja, dan prinsip kerja
alat-alat yang digunakan dalam praktikum ekologi terestrial.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Praktikum
dilaksanakan di daerah Semanggi, Ciputat pada tanggal 13 Maret 2013.
Alat dan Bahan
Peralatan yang
dipakai adalah GPS, termometer tanah, anemometer, soil tester, saringan bertingkat, lux meter, dan klinometer.
Bahan yang digunakan tidak ada
karena kali ini hanya menggunakan alat untuk mengetahui fungsi, cara kerja dan prinsip kerja
masing-masing alat
Cara Kerja
Pada praktikum ini praktikan
menggunakan alat GPS untuk mengetahui posisi dimana kita berada. Pertama adalah
menentukan posisi kita berada dan harus berada di tempat terbuka agar arah
sateli tidak terhalangi dan GPS bekerja secara akurat. Lalu ditekan tombol pada
GPS dan tunggu beberapa saat hingga konstelasi
satelit GPS memancarkan sinyal posisi satelit tersebut, sinyal tersebut
“ditangkap” oleh penerima sinyal GPS. Dengan menghitung waktu tempuh sinyal
dari 3 GPS, maka posisi didapat kemudian catat angka yang tertera pada layar
GPS.
Selanjutnya adalah mengukur suhu
tanah menggunakan termometer tanah. Ujung termometer atau bulb dimasukkan ke
dalam tanah yang sudah digali kurang lebih 3 cm. Diamati ketika suhu meningkat,
alkohol atau air raksa yang berada di dalam wadah akan memuai sehingga panjang
kolom alkohol atau air raksa akan bertambah. Sebaliknya, ketika suhu menurun,
panjang kolom alkohol atau air raksa akan berkurang. Kemudian lihat dan catat
skala pada termometer berapa suhunya.
Berikutnya adalah mengukur kecepatan
angin menggunakan anemometer. Anemometer diletakkan atau dipegang ke atas
kurang lebih 3 menit untuk mendeteksi angin
yang mengadakan tekanan yang kuat pada bagian tekanan yang kuat pada
baling-baling yang berbentuk cekung (mangkuk). Bagian yang cekung akan berputar
satu arah. Poros yang berputar dihubungkan dengan dinamo kecil. Bila
baling-baling berputar maka terjadi arus listrik yang besarnya sebanding dengan
kecepatan putaran. Besarnya arus listrik dihubungkan dengan galvanometer yang
telah ditera dengan satuan kecepatan dalam knots, m/s, km/h, dan beaufort.
Dilihat skala yang ada pada anemometer, lalu dicatat.
Setelah mengukur kecepatan angin
dilakukan pengukuran kelembaban dan pH tanah menggunakan soil tester.
Ditancapkan ujung alat soil tester yang runcing ke dalam tanah hingga
sel-selnya terbenam dalam tanah dan dibiarkan beberapa saat. Dilihat skala
besar/atas untuk penentuan pH tanah. Kemudian tekan tombol yang berada di
samping alat untuk menentukan kelembaban tanah setelah dibiarkan beberapa saat
dan dilihat skala kecil/bawah sebagai penunjuk kelembaban tanah. Dicatat
kelembaban dan pH tanah.
Dilakukan pengukuran tanah
menggunakan saringan bertingkat. Tanah dimasukkan ke dalam saringan kemudian
diayak. Setiap saringan mempunyai ukuran yang berbeda-beda yaitu 630 µm, 0,200
mm dan 0,063 mm. Tanah yang berhasil disaring ada di saringan berukuran 630 µm,
berarti ukuran tanah tersebut adalah 630 µm. Dicatat ukuran tanah.
Dilakukan pengukuran intensitas
cahaya menggunakan lux meter. Dalam penggunaannya yang harus benar- benar
diperhatikan adalah alat sensornya, karena sensornyalah yang akan mengukur
kekuatan penerangan suatu cahaya. Oleh karena itu sensor harus ditempatkan pada
daerah yang akan diukur tingkat kekuatan cahayanya (iluminasi) secara tepat
agar hasil yang ditampilkan pun akuarat. Prosedur penggunaan alat ini adalah
digeser tombol ”off/on” kearah On. Dipilih kisaran range yang akan diukur (
2.000 lux, 20.000 lux atau 50.000 lux) pada tombol Range. Diarahkan sensor
cahaya dengan menggunakan tangan pada permukaan daerah yang akan diukur kuat
penerangannya. Dilihat hasil pengukuran pada layar panel. Pada tombol range ada
yang dinamakan kisaran pengukuran. Terdapat 3 kisaran pengukauran yaitu 2000,
20.000, 50.000 (lux). Hal tersebut menunjukan kisaran angka (batasan
pengukuran) yang digunakan pada pengukuran. Memilih 2000 lux, hanya dapat
dilakukan pengukuran pada kisaran cahaya kurang dari 2000 lux. Memilih 20.000
lux, berarti pengukuran hanya dapat dilakukan pada kisaran 2000 sampai 19990
(lux). Memilih 50.000 lux, berarti pengukuran dapat dilakukan pada kisaran
20.000 sampai dengan 50.000 lux. Jika Ingin mengukur tingkat kekuatan cahaya
alami lebih baik baik menggunakan pilihan 2000 lux agar hasil pengukuran yang
terbaca lebih akurat. Spesifikasi ini, tergantung kecangihan alat. Apabila
dalam pengukuran menggunakan range 0-1999 maka dalam pembacaan pada layar panel
di kalikan 1 lux. Bila menggunakan range 2000-19990 dalam membaca hasil pada
layar panel dikalikan 10 lux. Bila menggunakan range 20.000 sampai 50.000 dalam
membaca hasil dikalikan 100 lux.
Yang terakhir adalah mengukur tinggi
pohon menggunakan klinometer. Cara menggunakan klinometer adalah dengan dua
mata terbuka. Satu mata melihat ke lensa, sedang mata yang lain melihat ke
obyek yang dibidik. Dilihat derajat yang ada pada klinometer lalu catat dan
dihitung dengan rumus untuk mengetahui tinggi pohon.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum ini membahas tentang
pengenalan alat-alat ekologi terestrial. Alat-alat yang digunakan adalah GPS,
termometer tanah, anemometer, soil tester,
saringan bertingkat, lux meter, dan
klinometer. Setiap alat mempunyai fungsi, cara kerja, prinsip kerja yang
berbeda-beda. Berikut adalah pembahasan masing-masing alat.
Global Positioning System (GPS)
merupakan suatu konstelasi yang terdiri tidak kurang dari 24 satelit yang
menyediakan informasi posisi koordinat. GPS dapat dipergunakan secara global
dimanapun dan oleh siapapun dimuka bumi ini secara gratis. Secara garis besar GPS
dibagi menjadi tiga segmen yaitu kontrol, angkasa, dan pengguna. Segmen kontrol
merupakan otak dari GPS, yang melakukan pemantauan terhadap transmisi informasi
navigasi dan “penyetelan” yang dilakukan oleh satelit. Segmen ini meliputi 5
stasiun pemantau dan stasiun upload yang terdistribusi di seluruh dunia.
Setiap satelit akan melewati stasiun pemantau dua kali dalam satu hari. Segmen
angkasa merupakan konstelasi NAVigation Satellite Timing And Ranging
(NAVSTAR) dari satelit-satelit yang memancarkan sinyal GPS. Orbit satelit
berada pada ketinggian sekitar 20.200 km di atas bumi dan melakukan revolusi
terhadap bumi setiap 12 jam. Berbagai sektor menggunakan GPS untuk penentuan
posisi, baik dari kalangan sipil maupun militer. Aplikasinya meliputi
pertanian, penerbangan, pelayanan darurat, rekreasi, dan pemantauan kendaraan. GPS
merupakan suatu sistem teknologi yang akan membantu posisi keberadaan kita.
Bila diibaratkan, GPS merupakan pengembangan dari sebuah peta lokasi yang
dimanifestasikan dalam bentuk teknologi yang menggunakan satelit. Sistem kerja
GPS adalah dengan menstransmisikan sinyal dari satelit ke perangkat GPS (portable GPS murni, ataupun smartphone
yang sudah memiliki fitur GPS). GPS membutuhkan transmisi dari 3 satelit untuk
mendapatkan informasi dua dimensi (lintang dan bujur), dan 4 satelit untuk tiga
dimensi (lintang, bujur dan ketinggian). Karena GPS bekerja mengandalkan
satelit, maka penggunaannya disarankan di tempat terbuka. Penggunaan di dalam
ruangan, atau di tempat yang menghalangi arah satelit (di angkasa), maka GPS
tidak akan bekerja secara akurat dan maksimal. Prinsip kerja GPS adalah
pengukuran jarak (range) antara GPS Receiver dengan satelit. Satelit juga
memberikan informasi lokasi orbit dimana saat itu satelit berada diatas
permukaan bumi. GPS dapat bekerja seperti ini, apabila kita mengetahui jarak
tepat kita dari satelit di angkasa, maka kita dapat mengasumsikan bahwa kita berada
disuatu titik disebuah permukaan dengan radius imaginer yang sama dengan radius
satelit. Apabila kita mengetahui dengan tepat jarak kita dari dua buah satelit
maka dapat diasumsikan bahwa kita berada disebuah titik di daerah perpotongan
antara dua satelit tersebut. Jarak diketahui dengan menghitung antara lama
waktu yang ditempuh oleh gelombang dengan kecepatan rambat gelombang. (Tim
Penyusun Panduan Pengukuran Areal Perkebunan Menggunakan GPS, 2011)
Termometer
adalah alat yang mengukur suhu atau gradien suhu menggunakan berbagai prinsip
yang berbeda. Termometer memiliki dua elemen penting yaitu sensor suhu di mana
beberapa perubahan fisik terjadi dengan suhu, ditambah beberapa cara
mengkonversi perubahan fisik ke dalam nilai numerik. Termometer tanah adalah
sebuah termometer yang khusus dirancang untuk mengukur suhu tanah. Alat ini
berguna pada perencanaan penanaman dan juga digunakan oleh para ilmuwan iklim,
petani, dan ilmuwan tanah. Suhu tanah dapat memberikan banyak informasi yang
bermanfaat, terutama pemetaan dari waktu ke waktu. Ciri-ciri dari termometer
tanah adalah pada bagian skala dilengkungkan, namun ada juga yang tidak
dilengkungkan. Hal ini dibuat untuk memudahkan dalam pembacaan termometer dan
menghindari kesalahan paralaks. Termometer tanah hampir sama seperti termometer
lainnya, hanya panjangnya yang berbeda. Terdapat banyak jenis termometer,
tetapi semua memanfaatkan sifat materi. Yaitu
kalau suhu materi berubah maka bentuk dan ukuran materi itu pun berubah. Termometer
ini menggunakan prinsip kerja pemuaian, dengan pemuaian tersebut kita bisa
melihat dan mengetahui berapa suhu yang telah kita ukur. Pengukuran suhu tanah
lebih teliti daripada suhu udara. Perubahannya lambat sesuai dengan sifat
kerapatan tanah yang lebih besar dari pada udara. Zat untuk termometer haruslah
zat cair dengan sifat termometrik artinya mengalami perubahan fisis pada saat
dipanaskan atau didinginkan, misalnya raksa dan alkohol. Ketika suhu meningkat,
alkohol atau air raksa yang berada di dalam wadah akan memuai sehingga panjang
kolom alkohol atau air raksa akan bertambah. Sebaliknya, ketika suhu menurun,
panjang kolom alkohol atau air raksa akan berkurang. Pada bagian luar tabung
kaca terdapat angka-angka yang merupakan skala termometer tersebut. Angka yang
ditunjukkan oleh ujung kolom alkohol atau air raksa merupakan nilai suhu yang
diukur. (Tim Dosen Jurusan Tanah Universitas Brawijaya, 2012)
Anemometer
adalah sebuah perangkat yang digunakan untuk mengukur kecepatan angin, dan
merupakan salah satu alat yang banyak digunakan dalam bidang Meterorologi dan
Geofisika. Satuan meterologi dari kecepatan angin adalah Knots (Skala Beaufort)
umumnya satuan yang digunakan adalah meter per detik (m/s). Sedangkan satuan
meteorologi dari arah angin adalah 0º - 360º. Anemometer harus ditempatkan di
daerah terbuka. Prinsip kerja anemometer adalah memanfaatkan tenaga angin yaitu
anemometer ini mengikuti prinsip tabung pitot, yaitu dihitung dari tekanan
statis dan tekanan kecepatan Sehubungan dengan adanya perbedaan kecepatan angin
dari berbagai ketinggian yang berbeda, maka tinggi pemasangan anemometer ini
biasanya disesuaikan dengan tujuan atau kegunaannya. Untuk bidang
agroklimatologi dipasang dengan ketinggian sensor (mangkok) 2 meter di atas
permukaan tanah. Untuk mengumpulkan data penunjang bagi pengukuran penguapan
Panci Kelas A, dipasang anemometer setinggi 0,5 m. Dilapangan terbang
pemasangan umumnya setinggi 10 m. Dipasang didaerah terbuka pada pancang yang
cukup kuat. Untuk keperluan navigasi alat harus dipasang pada jarak 10 x tinggi
faktor penghalang seperti adanya bangunan atau pohon. Sebagian besar Anemometer
ini umumnya tidak dapat merekam kecepatan angin dibawah 1 atau 2 mi/j karena
ada faktor gesekan apa awal putaran. (Sitompul, 2011)
Soil tester adalah alat
yang digunakan untuk mengukur kelembaban dan pH tanah. Prinsip kerja alat ini
adalah mengukur kadar pH dalam tanah dan kelembaban tanah. Pemakain soil tester
untuk mendapatkan pH tanah agak berbeda dengan kertas lakmus, bentuknya seperti
pahat dan berukuran pendek, oleh karena bentuknya seperti pahat ada bagian yang
runcing. Bagian runcing inilah yang berfungsi untuk mendeteksi pH dan
kelembaban tanah. (Tim Dosen Jurusan Tanah Universitas Brawijaya, 2012)
Saringan
bertingkat adalah alat yang digunakan untuk mengukur ukuran tanah dengan cara
mengayak tanah. Prinsip kerja alat ini adalah dengan memanfaatkan massa tanah
atau berat tanah itu sendiri. Tanah yang ukuran atau beratnya lebih kecil atau
halus maka akan lolos/tersaring ke saringan yang ukurannya lebih kecil,
sebaliknya jika ukuran tanah besar, maka tanah tidak akan tersaring. Setiap
saringan memiliki ukuran yang berbeda – beda, yaitu 630 µm, 0,200 mm dan 0,063 mm. Ukuran itu
yang menunjukkan bahwa tanah yang tersaring memiliki ukuran sesuai dengan
masing-masing saringan. (Tim Dosen Jurusan Tanah Universitas Brawijaya, 2012)
Lux meter adalah alat
untuk mengukur intensitas atau jumlah cahaya di sekitar kita. Prinsip kerja
alat ini adalah didalam alat ini memperlihatkan hasil pengukurannya menggunakan
format digital. Alat ini terdiri dari rangka, sebuah sensor dengan sel foto dan
layar panel. Sensor tersebut diletakan pada sumber cahaya yang akan diukur
intenstasnya. Cahaya akan menyinari sel foto sebagai energi yang diteruskan
oleh sel foto menjadi arus listrik. Makin banyak cahaya yang diserap oleh sel,
arus yang dihasilkan pun semakin besar. Jadi prinsip kerjanya yaitu
bekerja dengan sensor cahaya. (Basuki, 1998)
Klinometer
adalah alat untuk menentukan besar sudut elevasi dalam mengukur tinggi obyek
secara tidak langsung, contohnya disini adalah mengukur tinggi pohon.
Kemiringan lahan tersebut dalam dua macam satuan, yaitu derajat (°) dan
persentase (%). Dengan prinsip segitiga phytagoras, alat ini menentukan besar
sudut elevasi dan proyeksi ketinggian objek. Pengukuran sudut kemiringan
sepanjang leg ; perubahan tinggi dihitung dari sudut itu dan jarak. (Natalia,
2005)
Dari
praktikum ini dapat diambil kesimpulan, bahwa alat-alat yang digunakan untuk
mengukur faktor fisik dalam ekologi terestrial mempunyai fungsi, cara kerja dan
prinsip kerja yang berbeda-beda. Pengenalan alat dalam ekologi terestrial juga
merupakan hal mendasar tapi sangat penting bagi peneliti/ praktikan sebagai
bekal ilmu untuk ke depannya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk melakukan praktikum ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Mardiansyah, M.Si dan Dina Anggraini, S.Si selaku dosen yang telah
membimbing saya dalam praktikum ini, serta Herwandi selaku assisten dan kepada
Azkiya, Rima, Annisa, Gita, Arman dan Udi yang telah sangat membantu praktikum
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki. 1998. Prinsip
Kerja Alat Ukur. Dikmenjur, Jakarta.
Natalia, Ita. Seri
Panduan Pemetaan Partisipatif No. 10 Alat-alat Pemetaan. Garis Pergerakan,
Bandung.
Resosoedarmo, S., K. Kartawinata, A. Soegiarto.
1986. Pengantar Ekologi. Remadja
Rosdakarya, Bandung.
Sitompul, Rislima. 2011. Teknologi Energi Terbarukan Yang Tepat Untuk Aplikasi Di Masyarakat Pedesaan.
PNPM Mandiri, Jakarta.
Tim Dosen Jurusan Tanah Universitas Brawijaya, 2012.
Panduan Praktikum Dasar Ilmu Tanah. Universitas
Brawijaya Press, Malang.
Tim Penyusun Panduan Pengukuran Areal Perkebunan
Menggunakan GPS. 2011. Panduan Pengukuran
Areal Perkebunan Menggunakan GPS Cetakan II. Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian Kementerian Pertanian, Jakarta.
Wirakusumah, Sambas. 2003. Dasar - Dasar Ekologi. UI Press, Jakarta.
LAMPIRAN
Gambar 1. Saringan Bertingkat.
Gambar 2. Klinometer
Gambar 3. Soil tester.
Gambar 4. Lux meter
Gambar 5. Termometer tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar